MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA LANSIA (SUCCESSFUL AGING)
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa lansia sering dimaknai
sebagai masa kemunduran, terutama pada keberfungsian fungsi-fungsi fisik dan
psikologis. Masa lansia bisa jadi juga disertai dengan berbagai penyakit yang
menyerang dan menggerogoti kehidupan lansia sekalipun tidak semua lansia adalah
berpenyakit, tapi kebanyakan lansia rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu
akibat kondisi organ-organ tubuh yang telah mengalami kemunduran fungsi imun
(kekebalan tubuh) yang juga menurun.
Elizabeth Hurlock (Ibrahim,
2013) mengemukakan bahwa, “penyebab kemunduran fisik ini merupakan suatu
perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tetapi karena proses
menua. Kemunduran dapat juga mempunyai penyebab psikologis.
Karakteristik penuaan itu tidak berlaku secara universal karena bisa berbeda
antar-individu maupun antar-organ.Oleh karena itu, walaupun manusia pada
umumnya menginginkan panjang umur, dan hampir tidak ada satupun yang ingin
menjadi tua. Padahal, proses menua adalah sesuatu yang alamiah yang pasti
terjadi pada setiap makhluk hidup.
Meskipun mengalami
kemunduran pada beberapa aspek kehidupannya, bukan berarti lansia tidak bisa
menikmati kehidupannya. Lansia pasti memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan
untuk mengisi hari-harinya dengan hal-hal yang bermanfaat dan menghibur. Banyak
lansia yang masih potensial serta memiliki energi dan semangat untuk
berprestasi.
Dalam
konteks ini kemudian dikenal istilah usual dan Successful Aging. Usual aging digunakan untuk menunjukkan mereka
yang memiliki karakteristik penuaan yang sama dengan kebanyakan individu,
mengalami penurunan fungsi fisik, sosial, dan kognitif. Sedangkan “successfull
aging” adalah suatu istilah bagi mereka yang tidak mau sedikit sekali
menunjukkan karakteristik penuaan, dimana kehilangan fungsi amat minimal.
Dari
gambaran keadaan diatas maka kelompok kami berniat untuk membahas/mengetahui
lebih lanjut tentang “Successful Aging”
pada lansia dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas adapun rumusan
masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Apa Pengertian Successful Aging ?
2.
Apa saja Aspek Successful Aging ?
3.
Apa saja faktor-faktor dalam mencapai Successful Aging ?
4.
Bagaimana cara mencapai Successful Aging ?
5. Contoh
kasus yang berkaitan dengan Succesful Aging ?
C.
Tujuan
Penulisan
Dari rumusan masalah yang
dipaparkan diatas adapun tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui pengertian Successful Aging.
2.
Untuk mengetahui aspek Successful Aging.
3.
Untuk mengetahui faktor-faktor dalam mencapai
Succesful Aging.
4.
Untuk mengetahui cara mencapai Succesful
Aging.
5.
Untuk mengetahui contoh kasus yang berkenaan
dengan Successful Aging.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Successful Aging
Menurut
Winn (Hamidah &Aryani, 2012) mengatakan bahwa Successful Aging adalah sesuatu
yang menggambarkan seseorang merasakan kondisinya terbebas dari penurunan
kesehatan fisik, kognitif, dan social. Sedangkan Dorris berpendapat bahwa Successful Aging adalah
kondisi yang tidak ada penyakit, artinya sehat secara fisik, aman secara finansial,
hidupnya masih produktif dan mempunyai pekerjaan, mandiri dalam hidupnya, mampu
berpikir optimis dan positif, dan masih mampu terlibat aktif dengan orang lain
yang dapat memberikan makna dan dukungan secara social dan Psikologis. Hamidah
& Aryani (2012) berpendapat successful aging adalah kondisi yang seimbang
antara aspek lingkungan, emosi, spiritual, social, fisik, psikologis dan
budaya.
Hurlock
(2004) mengatakan bahwa Successful Aging adalah Mereka secara fisik dan mental
tetap aktif dimasa tua tidak terlampau menunjukkan kemunduran fisik dan mental
dibanding dengan mereka yang menganut filsafat “kursi goyang” terhadap masalah
usia tua dan menjadi tidak aktif karena kemampuan-kemampuan fisik dan mental
mereka sedikit sekali memperoleh rangsangan”. Setiyartomo (Napitupulu)
mendefinisikan succesful aging sebagai kepuasan atas hasil pengalaman
hidup yang didasarkan pada tujuan personal dalam dinamikanya dengan kehidupan
sosio–kultural yang mempengaruhinya.
Jones
dan Rose (Agus, 2013) dalam bukunya mengenai “Physical Activity Instruction
For Older Adults” menyatakan bahwa successful aging menurutteori
psikologi dapat dijelaskan melalui tiga teori besar, yaitu :
a. Teori
Maslow, dengan hierarki kebutuhannya (hierarchy of needs). Maslow menjelaskan
bahwa hierarki kebutuhan dengan mewajibkan kepuasan bagi kebutuhan level
terendah sebelum mencapai kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi. Berdasarkan
teori tersebut, seseorang akan menjadi semakin bijak apabila menjadi lebih
beraktualisasi diri dan transenden. Aktualisasi diri merupakan finding
self-fulfillment and realizing one’s potential atau menemukan pemenuhan
diri dan memahami potensi seseorang. Sedangkan transenden merupakan helping
others find self-fulfillment and realize their potential membantu orang
lain menemukan pemenuhan dirinya dan memahami potensi yang mereka miliki.
Seseorang tidak akan dapat mencapai level tertinggi atau “being” ketika
sibuk untuk memenuhi kebutuhan dasar. Hal itu dikarenakan individu masih sibuk
dengan makanan, keamanan dan cinta, sehingga susah untuk pencarian kebenaran
serta keindahan (Friedman & Schustack, dalam Agus 2013).
b. Teori
perkembangan psikososial dari Erikson (psychosocial stages of development). Teori
tersebut mengungkapkan bahwa prosesperkembangan kepribadian melewati delapan
tingkatan, yang setiaptingkatannya memiliki ciri beberapa tipe dari
krisis-krisis psikososialyang harus diselesaikan agar successful aging dapat
terjadi. menjelaskan pengembangan kepribadian positif yang mengarah kepada successful
aging sebagai kemampuan untuk (1) membentuk hubungan dekat dengan teman
atau kekasih (2) menjadi produktif dengan membangun keluarga atau melalui
beberapa bentuk pekerjaan dan (3) melihat kembali kepada kehidupan seseorang
dengan kebanggan dan kepuasan. Ditambahkan lagi, salah satunya yaitu dengan
pendekatan kematian dengan martabat dan penerimaan.
c. Teori
Baltes dan Baltes mengenai strategi optimisasi secara selektif dengan
kompensasi (theory of selective optimization withcompensation). Teori
ini berfokus kepada tiga strategi manajemen perilaku hidup untuk mempertahankan
kemerdekaan fungsional di kemudian hari (1) memfokuskan kepada bidang prioritas
hidup yang tinggi, bidang yang menghasilkan perasaan kepuasan dan kontrol
pribadi, (2) mengoptimalkanketerampilan pribadi yang tersisa dan bakat yang
memperkaya dan meningkatkan kehidupan serta (3) kompensasi kehilangan fungsi
fisik dan mental dengan menggunakan berbagai macam strategi pribadi dan sumber
daya teknologi, baik milik salah seorang atau orang lain, untuk mencapai
tujuan.
Berdasarkan ketiga teori diatas, dapat
disimpulkan bahwa successful aging dapat diartikan sebagai seorang
lanjut usia yang berada di puncak dan telahmengalami tahapan-tahapan dalam
perkembangan psikososial, serta mampumemenuhi beberapa tahapan dalam hierarki
Maslow, dan menghadapitantangan dalam usianya dengan strategi optimisasi secara
selektif dengankompensasi.
B.
Aspek-Aspek
Succesful Aging
Lawton (dalam Weiner, 2003)
memaparkan successful aging dalam 4 (empat) aspek yaitu meliputi :
1. Functional well
Functional well disini didefinisikan sebagai keadaan lansia yang masih memiliki
fungsi baik fungsi fisik, psikis maupun kognitif yang masih tetap terjaga dan
mampu bekerja dengan optimal di dalamnya temasuk juga kemungkinan tercegah dari
berbagai penyakit, kapasitas fungsional fisik dan kognitif yang tinggi dan
terlibat aktif dalam kehidupan.
2. Psychological
well-being
Kondisi individu yang ditandai dengan adanya
perasaan bahagia, mempunyai kepuasaan hidup dan tidak ada gejala-gejala
depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi adanya 6 (enam) fungsi psikologis yang
positif yaitu:
a. Self acceptance
Dimensi ini merupakan ciri utama kesehatan mental dan
juga sebagai karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan
kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri
apa adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif
terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalani.
Individu yang mempunyai tingkat penerimaan
diri yang baik ditandai dengan bersikap positif terhadap diri sendiri,
mengetahui serta menerima aspek-aspek yang terdapat dalam dirinya, baik positif
maupun negatif dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu.
b. Positive relationship
with other
Individu yang tinggi atau baik dalam dimensi
ini ditandai dengan adanya hubungan hangat, memuaskan dan saling percaya dengan
orang lain. Ia juga memiliki rasa afeksi dan empati yang kuat. Sebaliknya,
individu yang hanya mempunyai sedikit hubungan dengan orang lain, sulit untuk
bersikap hangat, dan enggan untuk mempunyai ikatan dengan orang lain,
menandakan bahwa ia kurang baik dalam dimensi ini.
c. Autonomy
Dimensi outonomi menjelaskan mengenai
kemampuan untuk menentukan diri sendiri, kemandirian dan kemampuan untuk
mengatur tingkah laku.
Individu yang baik dalam dimensi ini mampu
menolak tekanan sosial untuk berfikir dan bertingkah laku dengan cara tertentu
serta dapat mengevaluasi dirinya sendiri dengan standar personal. Sebaliknya
individu yang kurang baik dalam dimensi outonomy akan memperhatikan harapan dan
evaluasi orang lain, membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain dan
cenderung berharap konformis.
d.
Control over one’s enviroment
Individu yang baik dalam dimensi ini mampu
untuk memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai
pribadi yang dianutnya dan mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif
melalui aktivitas fisik maupun mental. Sebaliknya individu yang kurang baik
dalam dimensi ini akan menampakkan ketidakmampuan untuk megatur kehidupan
sehari-hari dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan luar.
e. Purpose in live
Individu yang baik dalam dimensi ini
mempunyai peraaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalunya memiliki
keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan mempunyai
targer yang ingin dicapai dalam kehidupan, maka ia dapat dikatakan mempunyai
tujuan hidup yang baik. Sebaliknya individu yang kurang baik dalam dimensi ini
mempunyai perasaan bahwa tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak
melihat adanya manfaat dalam masa lalu kehidupannya, dan tidak
mempunyaikepercayaan yang membuat hidup lebih berarti.
f. Personal growth
Dimensi pertumbuhan pribadi menjelaskan
mengenai kemampuan individu untuk mengembangkan potensi dalam diri dan
berkembang sebagai seorang manusia. Dimensi ini dibutuhkan oleh individu agar
dapat optimal dalam berfungsi secara psikologis. Salah satu hal penting dalam
dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya
dengan keterbukaan terhadap pengalaman.
Individu yang baik dalam dimensi ini
mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagi sesuatu
yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat di dalam dirinya dan mampu
melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu.
Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampilkan
ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku baru, mempunyai
perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang stagnan, tidak tertarik dengan
kehidupan yang dijalani.
3.
Selection optimatization compensation.
Model
SOC merupakan model pengembangan yang mendefinisikan proses universal regulasi
perkembangan. Proses ini bervariasi fenotipe biasanya, tergantung pada konteks
sosio-historis dan budaya, domain fungsi (misalnya, hubungan sosial fungsi
kognitif), serta pada tingkat analisis (misalnya, masyarakat, kelompok, atau
tingkat individu). Mengambil perspektif aksi-teoretis, seleksi, optimasi, dan
kompensasi mengacu pada proses pengaturan, mengejar, dan memelihara tujuan
pribadi.
a. Seleksi
Seleksi
mengacu pada pengembangan, menguraikan, dan berkomitmen untuk tujuan pribadi.
Sepanjang masa hidup, peluang biologi, sosial, dan individu dan kendala
menentukan berbagai domain alternatif berfungsi. Jumlah pilihan, biasanya
melebihi jumlah sumber daya internal dan eksternal yang tersedia untuk
individu, perlu dikurangi dengan memilih subset dari domain tersebut yang untuk
memfokuskan sumber daya seseorang. Hal ini sangat penting di usia tua, waktu
dalam hidup ketika sumber daya menurun.
b. Optimasi
Untuk
mencapai hasil yang diinginkan dalam domain yang dipilih, berarti tujuan yang
relevan perlu diperoleh, diterapkan, dan halus. Cara yang paling cocok untuk
mencapai tujuan seseorang bervariasi sesuai dengan domain tujuan tertentu
(misalnya, keluarga, olahraga), karakteristik pribadi (misalnya, umur, jenis
kelamin), dan konteks sosial budaya (misalnya, sistem dukungan kelembagaan).
Contoh prototipikal optimasi adalah investasi waktu dan energi ke dalam
akuisisi berarti tujuan yang relevan, pemodelan sukses orang lain, dan praktek
keterampilan tujuan yang relevan.
c. Kompensasi
Pemeliharaan
fungsi positif dalam menghadapi kerugian mungkin sama pentingnya bagi penuaan
sukses sebagai fokus pertumbuhan yang berkelanjutan.
4.
Primary and Secondary Control
Dalam semua kegiatan yang relevan untuk
kelangsungan hidup dan prokreasi, seperti mencari makan, bersaing dengan
saingan, atau menarik pasangan, organisme berjuang untuk kontrol dalam hal
mewujudkan hasil yang diinginkan dan mencegah yang tidak diinginkan.
Kecenderungan motivasi paling mendasar dan universal berhubungan dengan dasar
ini berusaha untuk mengendalikan lingkungan, atau dalam istilah yang lebih
spesifik, untuk menghasilkan konsistensi antara perilaku dan peristiwa di
lingkungan. Hal ini disebut sebagai primary control. Sedangkan secondary
control merujuk kepada kemampuan seseorang untuk mengatur keadaan mental,
emosi dan motivasi.
C.
Faktor-Faktor
Dalam Mencapai Succesful Aging
Berk (dalam
Suardiman, 2011) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian successful
aging :
1. Optimis serta perasaan efikasi diri dalam meningkatkan kesehatan
dan fungsi baik.
2. Optimisasi secara selektif dengan kompensasi untuk membangun
keterbatasan energi fisik dan sumber kogntif sebesar besarnya.
3. Penguatan
konsep diri yang meningkatkan penerimaan diri dan pencapaian harapan.
4. Memperkuat
pengertian emosianal dan pengaturan emosianal diri, yang mendukung makna,
menghadirkan ikatan sosial.
5. Menerima
perubahan, yang membantu perkembangan kepuasaan hidup.
6. Perasaan
spiritual dan keyakinan yang matang harapan akan kematian dengan ketenangan dan
kesabaran.
7. Kontrol
pribadi dalam hal ketergantungan dan kemandirian.
8. Kualitas
hubungan yang tinggi, memberikan dukungan sosial dan persahabatan yang
menyenangkan.
Beberapa pakar lain merumuskan beberapa Faktor-faktor
yang Berperan Mencapai Successful Aging
, yaitu :
1. Faktor Internal
Diri
Satlin, Weintraub,
Powell & Whitla (dalam Santrock, 2003) menyebutkan bahwa proses penuaan
yang berhasil membutuhkan usaha usaha dan ketrampilan-ketrampilan mengatasi
masalah. Orang-orang dewasa lanjut yang mengembangkan suatu komitmen terhadap
kehidupan yang aktif dan percaya bahwa pengembangan ketrampilan-ketrampilan
mengatasi masalah dapat menghasilkan kepuasan hidup yang lebih besar, cenderung
lebih berhasil melalui proses penuaan dibandingkan mereka yang tidak membuat
komitmen ini.
2.
Faktor Dukungan Sosial
Chappel & Badger, Palmore,
dkk (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut yang
memiliki jaringan sosial pertemanan dan keluarga yang luas, lebih puas dengan
hidupnya dibandingkan dengan orang-orang dewasa lanjut yang terisolir secara
social.
Levit, dkk (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa keterikatan yang dekat
dengan satu atau lebih orang lebih penting daripada jaringan dukungan sosial.
D.
Cara
Mencapai Succesful Aging.
Doris (2003) Dalam jurnal yang
berjudul “The Journal of Active Aging”, menjelaskan bahwa ada sepuluh cara yang
dapat dilakukan lansia untuk mencapai successful
aging :
1.
Gunakan atau
hilangkan. Lansia mungkin sudah mempunyai banyak kemampuan dan ketrampilan
dalam hidupnya, akan tetapi kemampuan atau ketrampilan itu akan merosot jika
tidak digunakan atau tidak dipraktekkan lagi.
2.
Tetap melakukan
aktivitas. Tetap beraktivitas, misalnya melakukan aktivitas jalan-jalan selama
30 menit.
3.
Selalu menggunakan
atau mengaktifkan otak. Saluran neural otak tersebut masih akan berfungsi baik
jika lansia tetap belajar dan mengembangkan saluran-saluran neural baru di otak
mereka selama hidup mereka.
4.
Tetap terkoneksi.
Lansia adalah mahluk sosial dan tetap membutuhkan interaksi dengan orang lain.
5.
Jangan merasa sudah
tidak berguna. Lansia harus tetap kreatif dan mempunyai keterikatan yang
positif dengan kehidupannya, sehingga masih dapat memberikan kontribusinya pada
masyarakat.
6.
Berhati-hati dengan
ancaman. Sebagian dari lansia mempunyai resiko besar terhadap penyakit
tertentu. Dengan mengidentifikasi resiko dapat menurunkan ancaman.
7.
Makan makanan yang
sehat. Seperti mesin, tubuh manusia membutuhkan makanan. Bahkan bisa
ditambahkan pula, minum multivitamin, akan tetapi dengan dikonsultasikan ke
dokter terlebih dahulu.
8.
Tetap berelasi dengan
anak. Mereka akan lebih bermakna apabila lansia masih tetap bisa melakukan
interaksi atau komunikasi dengan anak-anak atau cucu-cucu mereka.
9.
Merasa dibutuhkan.
Ada banyak kesempatan untuk melakukan aktivitas di dalam masyarakat. Dengan
beraktivitas, lansia bisa merasakan bahwa hidupnya masih bisa berguna.
10.
Tertawa. Humor dapat
meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan melindungi diri dari penyakit. Humor
juga dapat membuat perjalanan hidup lebih menyenangkan.
E. Contoh Kasus Yang Berkenaan Dengan Successful Aging.
1. Ibu Bambang
Wahono
Ibu Bambang Wahono adalah orang pertama di Indonesia yang
berhasil membuktikan bahwa pengelolaan sampah di tingkat RT/RW dapat dilakukan
secara mandiri oleh masyarakat. Di usianya yang lanjut, 80 tahun, ia
mengabdikan dirinya dengan memberi teladan di daerah lingkungan tempat
tinggalnya, Kampung Banjarsari di Jakarta Selatan. Ia tidak bosan – bosannya
memotovasi para tetangga di sekitarnya untuk melakukan gerakan 3M (Mendaur
ulang, Mengurangi, Memakai Ulang). dan penghijauan lingkungan secara sederhana,
yang diawali dari lingkungan rumahnya sendiri. Ia memulainya dengan cara
membuang sampah pada tempatnya, tidak merasa puas karena merasa volume sampah
yang ia hasilkan cukup besar, ia mendaur ulang sampah yang ia hasilkan dari
aktifitas rumah tangganya. Selain menggunakan lagi dan mendaur ulang sampah,
Ibu Bambang juga membuat pengomposan untuk jenis sampah rumah tangga organik
yang dihasilkan.
Tak puas menjalankannya seorang diri, ia pun mengajak
para tetangganya. Ibu Bambang juga merasakan pengalaman sulitnya mengajak
masyarakat mengelola sampah. Namun usaha kerasnya tersebut berhasil mengubah
kampung yang tadinya gersang menjadi kampung yang bersih dan hijau. Ibu Bambang
berhasil membawa Banjarsari menjadi contoh bagi tempat – tempat lainnya di
Indonesia.
Kalau mereka
mau beralasan, mereka bisa saja menganggap bahwa mereka sudah tua dan bukan
lagi saatnya untuk bekerja keras. Namun mereka tidak mau usia tua menghalangi
mereka untuk berpikir. Jadi
tidak pernah ada kata ‘terlambat’ atau ‘terlalu tua’ untuk belajar dan
mengembangkan kemampuan berpikir kita.
Bahkan banyak penelitian sebenarnya membuktikan bahwa
tidak ada hubungan antara usia dengan kualitas / efektivitas kinerja seseorang.
Dibandingkan dengan pekerja yang masih muda, pekerja yang sudah berusia lanjut
biasanya mengalami kesulitan dalam mempelajari sistem komputer / teknologi baru
dan tugas – tugas yang memiliki tantangan fisik. Namun, hal ini tidak ada
hubungannya dengan tingkat produktivitas (Human Capital Initiative, 1993 dalam
Hoyer and Roodin, 2009
dalam Syarkoni, 2013). Banyak penelitian membuktikan bahwa orang yang usianya
lebih tua bisa menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada pekerja – pekerja
yang usianya lebih muda (Salthouse dan Maurer, 1996 dalam Hoyer dan Roodin,
2009 dalam Syarkoni, 2013).
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa successful aging dapat diartikan sebagai seorang lanjut usia yang
berada di puncak dan telah mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangan
psikososial, serta mampu memenuhi beberapa tahapan dalam hierarki Maslow, dan
menghadapi tantangan dalam usianya dengan strategi optimisasi secara selektif
dengan kompensasi.
Lawton (dalam Weiner, 2003) memaparkan successful
aging dalam 4 (empat) aspek yaitu meliputi :
1. Functional wel
2. Psychological well-being
3. Selection
optimatization compensation.
4. Primary
and Secondary Control
Berk (dalam Suardiman, 2011) mendeskripsikan
faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian successful aging :
1. Optimis serta perasaan efikasi diri dalam meningkatkan kesehatan
dan fungsi baik.
2. Optimisasi secara selektif dengan kompensasi untuk membangun
keterbatasan energi fisik dan sumber kogntif sebesar besarnya.
3. Penguatan
konsep diri yang meningkatkan penerimaan diri dan pencapaian harapan.
4. Memperkuat
pengertian emosianal dan pengaturan emosianal diri, yang mendukung makna,
menghadirkan ikatan sosial.
5. Menerima
perubahan, yang membantu perkembangan kepuasaan hidup.
6. Perasaan
spiritual dan keyakinan yang matang harapan akan kematian dengan ketenangan dan
kesabaran.
7. Kontrol
pribadi dalam hal ketergantungan dan kemandirian.
8. Kualitas
hubungan yang tinggi, memberikan dukungan sosial dan persahabatan yang
menyenangkan.
Doris (2003) Dalam
jurnal yang berjudul “The Journal of Active Aging”, membagi sepuluh cara yang
dapat dilakukan lansia untuk mencapai successful
aging :
1.
Gunakan atau
hilangkan
2.
Tetap melakukan
aktivitas
3.
Tetap terkoneksi
4.
Berhati-hati dengan
ancaman
5.
Makan makanan yang
sehat
6.
Merasa dibutuhkan
7.
Tertawa
B.
SARAN
Untuk mencapai Succsessful aging pada usia
fase dewasa akhir atau masuk dalam lanjut usia tidak semua orang bisa
mencapainya, maka dari itu kami
menyarankan kepada para pembaca terutama yang mendekati fase lanjut usia agar tetap
aktiv dalam melakukan aktivitas sehari-hari, tetap melakukan interkasi dengan
masyarakat di sekitar lingkungan tempat tinggal anda dan menjaga kondisi fisik
dan jiwa, agar tidak mudah terkena penyakit sehingga ketika masuk di fase lajut
usia anda tetap bisa menjalani hidup dengan seperti biasanya, meskipun tidak
sama seperti ketika masih remaja atau dewasa.
3.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus,
Aji Darma. 2013. Perbedaan Successful
Aging Pada Lansia Ditinjau Dari Jenis Kelamin. Skripsi. Diterbitkan. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Dorris.
2003. Successful and active aging.The Journal on Active Aging.2 (6),
November –Desember.
Hamida & Aryani. 2012. Studi Eksplorasi Successful Aging melalui
Dukungan Sosial bagi Lansia di Indonesia dan Malaysia. Jurnal INSAN 14 (2).
Hurlock.
B .2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Ibrahim,
Ika. 2013. Successful Aging?? Harus!!.
(online). (http://ikamypower.blogspot.com/2013/04/successful-aging-harus.html).
Napitupulu, Yenny Marlina Nathalia.______. Hubungan Aktivitas Sehari-Hari Dan Successful
Aging Pada Lansia. Jurnal Psikologi
Universitas Brawijaya.
Santrock, JW. 2003. Life Span
Development Perkembangan edisi keenam. Jakarta: Erlangga
Suardiman, SP. 2011. Psikologi Usia
Lanjut.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Syarkoni. 2013.Kosultasi
Psikologi Klinis. (Online). (http://syarkonipsi.blogspot.com/2013_09_01_archive.html).
Weiner. 2003 .Handbook of
Psychology. New Jersey: John Willey and sons
0 comments: