MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA LANSIA (SUCCESSFUL AGING)

7:14 AM nl26.blogspot.com 0 Comments

BAB I
 PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Masa lansia sering dimaknai sebagai masa kemunduran, terutama pada keberfungsian fungsi-fungsi fisik dan psikologis. Masa lansia bisa jadi juga disertai dengan berbagai penyakit yang menyerang dan menggerogoti kehidupan lansia sekalipun tidak semua lansia adalah berpenyakit, tapi kebanyakan lansia rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu akibat kondisi organ-organ tubuh yang telah mengalami kemunduran fungsi imun (kekebalan tubuh) yang juga menurun.
Elizabeth Hurlock (Ibrahim, 2013) mengemukakan bahwa, “penyebab kemunduran fisik ini merupakan suatu perubahan pada sel-sel tubuh bukan karena penyakit khusus tetapi karena proses menua. Kemunduran dapat juga mempunyai penyebab psikologis. Karakteristik penuaan itu tidak berlaku secara universal karena bisa berbeda antar-individu maupun antar-organ.Oleh karena itu, walaupun manusia pada umumnya menginginkan panjang umur, dan hampir tidak ada satupun yang ingin menjadi tua. Padahal, proses menua adalah sesuatu yang alamiah yang pasti terjadi pada setiap makhluk hidup.
Meskipun mengalami kemunduran pada beberapa aspek kehidupannya, bukan berarti lansia tidak bisa menikmati kehidupannya. Lansia pasti memiliki potensi yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi hari-harinya dengan hal-hal yang bermanfaat dan menghibur. Banyak lansia yang masih potensial serta memiliki energi dan semangat untuk berprestasi.
Dalam konteks ini kemudian dikenal istilah usual dan Successful Aging. Usual aging digunakan untuk menunjukkan mereka yang memiliki karakteristik penuaan yang sama dengan kebanyakan individu, mengalami penurunan fungsi fisik, sosial, dan kognitif. Sedangkan “successfull aging” adalah suatu istilah bagi mereka yang tidak mau sedikit sekali menunjukkan karakteristik penuaan, dimana kehilangan fungsi amat minimal.
Dari gambaran keadaan diatas maka kelompok kami berniat untuk membahas/mengetahui lebih lanjut tentang “Successful Aging” pada lansia dalam makalah ini.
B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.    Apa Pengertian Successful Aging ?
2.    Apa saja Aspek Successful Aging ?
3.    Apa saja faktor-faktor dalam mencapai Successful Aging ?
4.    Bagaimana cara mencapai Successful Aging ?
5.    Contoh kasus yang berkaitan dengan Succesful Aging ?
C.   Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang dipaparkan diatas adapun tujuan penulisan dalam makalah ini sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui pengertian Successful Aging.
2.    Untuk mengetahui aspek Successful Aging.
3.    Untuk mengetahui faktor-faktor dalam mencapai Succesful Aging.
4.    Untuk mengetahui cara mencapai Succesful Aging.
5.    Untuk mengetahui contoh kasus yang berkenaan dengan Successful Aging.



BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Successful Aging
Menurut Winn (Hamidah &Aryani, 2012) mengatakan bahwa Successful Aging adalah sesuatu yang menggambarkan seseorang merasakan kondisinya terbebas dari penurunan kesehatan fisik, kognitif, dan social. Sedangkan Dorris  berpendapat bahwa Successful Aging adalah kondisi yang tidak ada penyakit, artinya sehat secara fisik, aman secara finansial, hidupnya masih produktif dan mempunyai pekerjaan, mandiri dalam hidupnya, mampu berpikir optimis dan positif, dan masih mampu terlibat aktif dengan orang lain yang dapat memberikan makna dan dukungan secara social dan Psikologis. Hamidah & Aryani (2012) berpendapat successful aging adalah kondisi yang seimbang antara aspek lingkungan, emosi, spiritual, social, fisik, psikologis dan budaya.
Hurlock (2004) mengatakan bahwa Successful Aging adalah Mereka secara fisik dan mental tetap aktif dimasa tua tidak terlampau menunjukkan kemunduran fisik dan mental dibanding dengan mereka yang menganut filsafat “kursi goyang” terhadap masalah usia tua dan menjadi tidak aktif karena kemampuan-kemampuan fisik dan mental mereka sedikit sekali memperoleh rangsangan”. Setiyartomo (Napitupulu) mendefinisikan succesful aging sebagai kepuasan atas hasil pengalaman hidup yang didasarkan pada tujuan personal dalam dinamikanya dengan kehidupan sosio–kultural yang mempengaruhinya.
Jones dan Rose (Agus, 2013) dalam bukunya mengenai “Physical Activity Instruction For Older Adults” menyatakan bahwa successful aging menurutteori psikologi dapat dijelaskan melalui tiga teori besar, yaitu :
a.  Teori Maslow, dengan hierarki kebutuhannya (hierarchy of needs). Maslow menjelaskan bahwa hierarki kebutuhan dengan mewajibkan kepuasan bagi kebutuhan level terendah sebelum mencapai kebutuhan selanjutnya yang lebih tinggi. Berdasarkan teori tersebut, seseorang akan menjadi semakin bijak apabila menjadi lebih beraktualisasi diri dan transenden. Aktualisasi diri merupakan finding self-fulfillment and realizing one’s potential atau menemukan pemenuhan diri dan memahami potensi seseorang. Sedangkan transenden merupakan helping others find self-fulfillment and realize their potential membantu orang lain menemukan pemenuhan dirinya dan memahami potensi yang mereka miliki. Seseorang tidak akan dapat mencapai level tertinggi atau “being” ketika sibuk untuk memenuhi kebutuhan dasar. Hal itu dikarenakan individu masih sibuk dengan makanan, keamanan dan cinta, sehingga susah untuk pencarian kebenaran serta keindahan (Friedman & Schustack, dalam Agus 2013).
b.  Teori perkembangan psikososial dari Erikson (psychosocial stages of development). Teori tersebut mengungkapkan bahwa prosesperkembangan kepribadian melewati delapan tingkatan, yang setiaptingkatannya memiliki ciri beberapa tipe dari krisis-krisis psikososialyang harus diselesaikan agar successful aging dapat terjadi. menjelaskan pengembangan kepribadian positif yang mengarah kepada successful aging sebagai kemampuan untuk (1) membentuk hubungan dekat dengan teman atau kekasih (2) menjadi produktif dengan membangun keluarga atau melalui beberapa bentuk pekerjaan dan (3) melihat kembali kepada kehidupan seseorang dengan kebanggan dan kepuasan. Ditambahkan lagi, salah satunya yaitu dengan pendekatan kematian dengan martabat dan penerimaan.
c.  Teori Baltes dan Baltes mengenai strategi optimisasi secara selektif dengan kompensasi (theory of selective optimization withcompensation). Teori ini berfokus kepada tiga strategi manajemen perilaku hidup untuk mempertahankan kemerdekaan fungsional di kemudian hari (1) memfokuskan kepada bidang prioritas hidup yang tinggi, bidang yang menghasilkan perasaan kepuasan dan kontrol pribadi, (2) mengoptimalkanketerampilan pribadi yang tersisa dan bakat yang memperkaya dan meningkatkan kehidupan serta (3) kompensasi kehilangan fungsi fisik dan mental dengan menggunakan berbagai macam strategi pribadi dan sumber daya teknologi, baik milik salah seorang atau orang lain, untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan ketiga teori diatas, dapat disimpulkan bahwa successful aging dapat diartikan sebagai seorang lanjut usia yang berada di puncak dan telahmengalami tahapan-tahapan dalam perkembangan psikososial, serta mampumemenuhi beberapa tahapan dalam hierarki Maslow, dan menghadapitantangan dalam usianya dengan strategi optimisasi secara selektif dengankompensasi.
B.   Aspek-Aspek Succesful Aging
Lawton (dalam Weiner, 2003) memaparkan successful aging dalam 4 (empat) aspek yaitu meliputi :
1.    Functional well
Functional well disini didefinisikan sebagai keadaan lansia yang masih memiliki fungsi baik fungsi fisik, psikis maupun kognitif yang masih tetap terjaga dan mampu bekerja dengan optimal di dalamnya temasuk juga kemungkinan tercegah dari berbagai penyakit, kapasitas fungsional fisik dan kognitif yang tinggi dan terlibat aktif dalam kehidupan.
2.    Psychological well-being
Kondisi individu yang ditandai dengan adanya perasaan bahagia, mempunyai kepuasaan hidup dan tidak ada gejala-gejala depresi. Kondisi tersebut dipengaruhi adanya 6 (enam) fungsi psikologis yang positif yaitu:
a. Self acceptance
Dimensi ini merupakan ciri utama kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik utama dalam aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan kematangan. Penerimaan diri yang baik ditandai dengan kemampuan menerima diri apa adanya. Kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan yang dijalani.
Individu yang mempunyai tingkat penerimaan diri yang baik ditandai dengan bersikap positif terhadap diri sendiri, mengetahui serta menerima aspek-aspek yang terdapat dalam dirinya, baik positif maupun negatif dan memiliki pandangan positif terhadap masa lalu.
b. Positive relationship with other
Individu yang tinggi atau baik dalam dimensi ini ditandai dengan adanya hubungan hangat, memuaskan dan saling percaya dengan orang lain. Ia juga memiliki rasa afeksi dan empati yang kuat. Sebaliknya, individu yang hanya mempunyai sedikit hubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat, dan enggan untuk mempunyai ikatan dengan orang lain, menandakan bahwa ia kurang baik dalam dimensi ini.
c. Autonomy
Dimensi outonomi menjelaskan mengenai kemampuan untuk menentukan diri sendiri, kemandirian dan kemampuan untuk mengatur tingkah laku.
Individu yang baik dalam dimensi ini mampu menolak tekanan sosial untuk berfikir dan bertingkah laku dengan cara tertentu serta dapat mengevaluasi dirinya sendiri dengan standar personal. Sebaliknya individu yang kurang baik dalam dimensi outonomy akan memperhatikan harapan dan evaluasi orang lain, membuat keputusan berdasarkan penilaian orang lain dan cenderung berharap konformis.
d. Control over one’s enviroment
Individu yang baik dalam dimensi ini mampu untuk memanipulasi keadaan sehingga sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi yang dianutnya dan mampu untuk mengembangkan diri secara kreatif melalui aktivitas fisik maupun mental. Sebaliknya individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampakkan ketidakmampuan untuk megatur kehidupan sehari-hari dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan luar.
e. Purpose in live
Individu yang baik dalam dimensi ini mempunyai peraaan bahwa kehidupan saat ini dan masa lalunya memiliki keberartian, memegang kepercayaan yang memberikan tujuan hidup, dan mempunyai targer yang ingin dicapai dalam kehidupan, maka ia dapat dikatakan mempunyai tujuan hidup yang baik. Sebaliknya individu yang kurang baik dalam dimensi ini mempunyai perasaan bahwa tidak ada tujuan yang ingin dicapai dalam hidup, tidak melihat adanya manfaat dalam masa lalu kehidupannya, dan tidak mempunyaikepercayaan yang membuat hidup lebih berarti.
f. Personal growth
Dimensi pertumbuhan pribadi menjelaskan mengenai kemampuan individu untuk mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia. Dimensi ini dibutuhkan oleh individu agar dapat optimal dalam berfungsi secara psikologis. Salah satu hal penting dalam dimensi ini adalah adanya kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, misalnya dengan keterbukaan terhadap pengalaman.
Individu yang baik dalam dimensi ini mempunyai perasaan untuk terus berkembang, melihat diri sendiri sebagi sesuatu yang bertumbuh, menyadari potensi yang terdapat di dalam dirinya dan mampu melihat peningkatan dalam diri dan tingkah laku dari waktu ke waktu. Sebaliknya, individu yang kurang baik dalam dimensi ini akan menampilkan ketidakmampuan untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku baru, mempunyai perasaan bahwa ia adalah seorang pribadi yang stagnan, tidak tertarik dengan kehidupan yang dijalani.
3. Selection optimatization compensation.
Model SOC merupakan model pengembangan yang mendefinisikan proses universal regulasi perkembangan. Proses ini bervariasi fenotipe biasanya, tergantung pada konteks sosio-historis dan budaya, domain fungsi (misalnya, hubungan sosial fungsi kognitif), serta pada tingkat analisis (misalnya, masyarakat, kelompok, atau tingkat individu). Mengambil perspektif aksi-teoretis, seleksi, optimasi, dan kompensasi mengacu pada proses pengaturan, mengejar, dan memelihara tujuan pribadi.
a. Seleksi
Seleksi mengacu pada pengembangan, menguraikan, dan berkomitmen untuk tujuan pribadi. Sepanjang masa hidup, peluang biologi, sosial, dan individu dan kendala menentukan berbagai domain alternatif berfungsi. Jumlah pilihan, biasanya melebihi jumlah sumber daya internal dan eksternal yang tersedia untuk individu, perlu dikurangi dengan memilih subset dari domain tersebut yang untuk memfokuskan sumber daya seseorang. Hal ini sangat penting di usia tua, waktu dalam hidup ketika sumber daya menurun.
b. Optimasi
Untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam domain yang dipilih, berarti tujuan yang relevan perlu diperoleh, diterapkan, dan halus. Cara yang paling cocok untuk mencapai tujuan seseorang bervariasi sesuai dengan domain tujuan tertentu (misalnya, keluarga, olahraga), karakteristik pribadi (misalnya, umur, jenis kelamin), dan konteks sosial budaya (misalnya, sistem dukungan kelembagaan). Contoh prototipikal optimasi adalah investasi waktu dan energi ke dalam akuisisi berarti tujuan yang relevan, pemodelan sukses orang lain, dan praktek keterampilan tujuan yang relevan.

c. Kompensasi
Pemeliharaan fungsi positif dalam menghadapi kerugian mungkin sama pentingnya bagi penuaan sukses sebagai fokus pertumbuhan yang berkelanjutan.
4. Primary and Secondary Control
Dalam semua kegiatan yang relevan untuk kelangsungan hidup dan prokreasi, seperti mencari makan, bersaing dengan saingan, atau menarik pasangan, organisme berjuang untuk kontrol dalam hal mewujudkan hasil yang diinginkan dan mencegah yang tidak diinginkan. Kecenderungan motivasi paling mendasar dan universal berhubungan dengan dasar ini berusaha untuk mengendalikan lingkungan, atau dalam istilah yang lebih spesifik, untuk menghasilkan konsistensi antara perilaku dan peristiwa di lingkungan. Hal ini disebut sebagai primary control. Sedangkan secondary control merujuk kepada kemampuan seseorang untuk mengatur keadaan mental, emosi dan motivasi.
C.   Faktor-Faktor Dalam Mencapai Succesful Aging
Berk (dalam Suardiman, 2011) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian successful aging :
1.    Optimis serta perasaan efikasi diri dalam meningkatkan kesehatan dan fungsi baik.
2.    Optimisasi secara selektif dengan kompensasi untuk membangun keterbatasan energi fisik dan sumber kogntif sebesar besarnya.
3.    Penguatan konsep diri yang meningkatkan penerimaan diri dan pencapaian harapan.
4.    Memperkuat pengertian emosianal dan pengaturan emosianal diri, yang mendukung makna, menghadirkan ikatan sosial.
5.    Menerima perubahan, yang membantu perkembangan kepuasaan hidup.
6.    Perasaan spiritual dan keyakinan yang matang harapan akan kematian dengan ketenangan dan kesabaran.
7.    Kontrol pribadi dalam hal ketergantungan dan kemandirian.
8.    Kualitas hubungan yang tinggi, memberikan dukungan sosial dan persahabatan yang menyenangkan.
Beberapa pakar lain merumuskan beberapa Faktor-faktor yang Berperan Mencapai Successful Aging , yaitu :
1.    Faktor Internal Diri
Satlin, Weintraub, Powell & Whitla (dalam Santrock, 2003) menyebutkan bahwa proses penuaan yang berhasil membutuhkan usaha usaha dan ketrampilan-ketrampilan mengatasi masalah. Orang-orang dewasa lanjut yang mengembangkan suatu komitmen terhadap kehidupan yang aktif dan percaya bahwa pengembangan ketrampilan-ketrampilan mengatasi masalah dapat menghasilkan kepuasan hidup yang lebih besar, cenderung lebih berhasil melalui proses penuaan dibandingkan mereka yang tidak membuat komitmen ini.
2.    Faktor Dukungan Sosial
Chappel & Badger, Palmore, dkk (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa orang-orang dewasa lanjut yang memiliki jaringan sosial pertemanan dan keluarga yang luas, lebih puas dengan hidupnya dibandingkan dengan orang-orang dewasa lanjut yang terisolir secara social.
Levit, dkk (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa keterikatan yang dekat dengan satu atau lebih orang lebih penting daripada jaringan dukungan sosial.
D.   Cara Mencapai Succesful Aging.
Doris (2003) Dalam jurnal yang berjudul “The Journal of Active Aging”, menjelaskan bahwa ada sepuluh cara yang dapat dilakukan lansia untuk mencapai successful aging :
1.    Gunakan atau hilangkan. Lansia mungkin sudah mempunyai banyak kemampuan dan ketrampilan dalam hidupnya, akan tetapi kemampuan atau ketrampilan itu akan merosot jika tidak digunakan atau tidak dipraktekkan lagi.
2.    Tetap melakukan aktivitas. Tetap beraktivitas, misalnya melakukan aktivitas jalan-jalan selama 30 menit.
3.    Selalu menggunakan atau mengaktifkan otak. Saluran neural otak tersebut masih akan berfungsi baik jika lansia tetap belajar dan mengembangkan saluran-saluran neural baru di otak mereka selama hidup mereka.
4.    Tetap terkoneksi. Lansia adalah mahluk sosial dan tetap membutuhkan interaksi dengan orang lain.
5.    Jangan merasa sudah tidak berguna. Lansia harus tetap kreatif dan mempunyai keterikatan yang positif dengan kehidupannya, sehingga masih dapat memberikan kontribusinya pada masyarakat.
6.    Berhati-hati dengan ancaman. Sebagian dari lansia mempunyai resiko besar terhadap penyakit tertentu. Dengan mengidentifikasi resiko dapat menurunkan ancaman.
7.    Makan makanan yang sehat. Seperti mesin, tubuh manusia membutuhkan makanan. Bahkan bisa ditambahkan pula, minum multivitamin, akan tetapi dengan dikonsultasikan ke dokter terlebih dahulu.
8.    Tetap berelasi dengan anak. Mereka akan lebih bermakna apabila lansia masih tetap bisa melakukan interaksi atau komunikasi dengan anak-anak atau cucu-cucu mereka.
9.    Merasa dibutuhkan. Ada banyak kesempatan untuk melakukan aktivitas di dalam masyarakat. Dengan beraktivitas, lansia bisa merasakan bahwa hidupnya masih bisa berguna.
10. Tertawa. Humor dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan melindungi diri dari penyakit. Humor juga dapat membuat perjalanan hidup lebih menyenangkan.

E.   Contoh Kasus Yang Berkenaan Dengan Successful Aging.
1.    Ibu Bambang Wahono
Ibu Bambang Wahono adalah orang pertama di Indonesia yang berhasil membuktikan bahwa pengelolaan sampah di tingkat RT/RW dapat dilakukan secara mandiri oleh masyarakat.  Di usianya yang lanjut, 80 tahun, ia mengabdikan dirinya dengan memberi teladan di daerah lingkungan tempat tinggalnya, Kampung Banjarsari di Jakarta Selatan. Ia tidak bosan – bosannya memotovasi para tetangga di sekitarnya untuk melakukan gerakan 3M (Mendaur ulang, Mengurangi, Memakai Ulang). dan penghijauan lingkungan secara sederhana, yang diawali dari lingkungan rumahnya sendiri. Ia memulainya dengan cara membuang sampah pada tempatnya, tidak merasa puas karena merasa volume sampah yang ia hasilkan cukup besar, ia mendaur ulang sampah yang ia hasilkan dari aktifitas rumah tangganya. Selain menggunakan lagi dan mendaur ulang sampah, Ibu Bambang juga membuat pengomposan untuk jenis sampah rumah tangga organik yang dihasilkan.
Tak puas menjalankannya seorang diri, ia pun mengajak para tetangganya. Ibu Bambang juga merasakan pengalaman sulitnya mengajak masyarakat mengelola sampah. Namun usaha kerasnya tersebut berhasil mengubah kampung yang tadinya gersang menjadi kampung yang bersih dan hijau. Ibu Bambang berhasil membawa Banjarsari menjadi contoh bagi tempat – tempat lainnya di Indonesia.
Kalau mereka mau beralasan, mereka bisa saja menganggap bahwa mereka sudah tua dan bukan lagi saatnya untuk bekerja keras. Namun mereka tidak mau usia tua menghalangi mereka untuk berpikir. Jadi tidak pernah ada kata ‘terlambat’ atau ‘terlalu tua’ untuk belajar dan mengembangkan kemampuan berpikir kita.
Bahkan banyak penelitian sebenarnya membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan kualitas / efektivitas kinerja seseorang. Dibandingkan dengan pekerja yang masih muda, pekerja yang sudah berusia lanjut biasanya mengalami kesulitan dalam mempelajari sistem komputer / teknologi baru dan tugas – tugas yang memiliki tantangan fisik. Namun, hal ini tidak ada hubungannya dengan tingkat produktivitas (Human Capital Initiative, 1993 dalam Hoyer and Roodin, 2009 dalam Syarkoni, 2013). Banyak penelitian membuktikan bahwa orang yang usianya lebih tua bisa menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada pekerja – pekerja yang usianya lebih muda (Salthouse dan Maurer, 1996 dalam Hoyer dan Roodin, 2009 dalam Syarkoni, 2013).



BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa successful aging dapat diartikan sebagai seorang lanjut usia yang berada di puncak dan telah mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangan psikososial, serta mampu memenuhi beberapa tahapan dalam hierarki Maslow, dan menghadapi tantangan dalam usianya dengan strategi optimisasi secara selektif dengan kompensasi.
Lawton (dalam Weiner, 2003) memaparkan successful aging dalam 4 (empat) aspek yaitu meliputi :
1.    Functional wel
2.    Psychological well-being
3.    Selection optimatization compensation.
4.    Primary and Secondary Control
Berk (dalam Suardiman, 2011) mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian successful aging :
1.    Optimis serta perasaan efikasi diri dalam meningkatkan kesehatan dan fungsi baik.
2.    Optimisasi secara selektif dengan kompensasi untuk membangun keterbatasan energi fisik dan sumber kogntif sebesar besarnya.
3.    Penguatan konsep diri yang meningkatkan penerimaan diri dan pencapaian harapan.
4.    Memperkuat pengertian emosianal dan pengaturan emosianal diri, yang mendukung makna, menghadirkan ikatan sosial.
5.    Menerima perubahan, yang membantu perkembangan kepuasaan hidup.
6.    Perasaan spiritual dan keyakinan yang matang harapan akan kematian dengan ketenangan dan kesabaran.
7.    Kontrol pribadi dalam hal ketergantungan dan kemandirian.
8.    Kualitas hubungan yang tinggi, memberikan dukungan sosial dan persahabatan yang menyenangkan.
Doris (2003) Dalam jurnal yang berjudul “The Journal of Active Aging”, membagi sepuluh cara yang dapat dilakukan lansia untuk mencapai successful aging :
1.    Gunakan atau hilangkan
2.    Tetap melakukan aktivitas
3.    Tetap terkoneksi
4.    Berhati-hati dengan ancaman
5.    Makan makanan yang sehat
6.    Merasa dibutuhkan
7.    Tertawa
B.   SARAN
Untuk mencapai Succsessful aging pada usia fase dewasa akhir atau masuk dalam lanjut usia tidak semua orang bisa mencapainya, maka  dari itu kami menyarankan kepada para pembaca terutama yang mendekati fase lanjut usia agar tetap aktiv dalam melakukan aktivitas sehari-hari, tetap melakukan interkasi dengan masyarakat di sekitar lingkungan tempat tinggal anda dan menjaga kondisi fisik dan jiwa, agar tidak mudah terkena penyakit sehingga ketika masuk di fase lajut usia anda tetap bisa menjalani hidup dengan seperti biasanya, meskipun tidak sama seperti ketika masih remaja atau dewasa. 




3.     
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Aji Darma. 2013. Perbedaan Successful Aging Pada Lansia Ditinjau Dari Jenis Kelamin. Skripsi. Diterbitkan. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Dorris. 2003. Successful and active aging.The Journal on Active Aging.2 (6), November –Desember.
Hamida & Aryani. 2012. Studi Eksplorasi Successful Aging melalui Dukungan Sosial bagi Lansia di Indonesia dan Malaysia. Jurnal INSAN 14 (2).
Hurlock. B .2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Ibrahim, Ika. 2013. Successful Aging?? Harus!!. (online). (http://ikamypower.blogspot.com/2013/04/successful-aging-harus.html).
Napitupulu, Yenny Marlina Nathalia.______. Hubungan Aktivitas Sehari-Hari Dan Successful Aging Pada Lansia. Jurnal Psikologi Universitas Brawijaya.
Santrock, JW. 2003. Life Span Development Perkembangan edisi keenam. Jakarta: Erlangga
Suardiman, SP. 2011. Psikologi Usia Lanjut.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Syarkoni. 2013.Kosultasi Psikologi Klinis. (Online). (http://syarkonipsi.blogspot.com/2013_09_01_archive.html).

Weiner. 2003 .Handbook of Psychology. New Jersey: John Willey and sons

You Might Also Like

0 comments: