CONTOH INTERVENSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

6:18 AM nl26.blogspot.com 0 Comments

hai,, teman-teman kali ini saya akan menpost mengenai intervensi yang di gunakan untuk perilaku menyimpang menurut islam. ini merupakan salah satu jenis paper yang pernah saya buat dalam MK psikologi Islami. kali ini lagi-lagi saya tidak akan men post daftar pustakanya, bila teman-teman ingin menanyakan mengenai daftar pustataka silahkan tinggalkan komentar. terimakasih :)

INTERVENSI PENYIMPANGAN PERILAKU DALAM ISLAM
Ada beberapa model-model intervensi dalam islam yang akan membantu mengatasi penyimpangan perilaku, yaitu :
1.      Terapi dengan kesabaran.
Andriyani (2013: 34) mengungkapkan bahwa sabar dan sikap saling mengingatkan untuk bersabar adalah dua hal yang masuk dalam cakupan ibadah dan hubungan interaksi manusia dengan sesamanya. Sabar memiliki faedah yang besar dalam mendidik jiwa dan menguatkan kepribadian muslim hingga menambah kekuatannya untuk dapat memikul beban kehidupan dan memperbaharui semangat untuk menghadapi segala permasalahan hidup. Musfir bi Said Az-Zahrani (2005: 494) mengatakan bahwa sabar adalah salah satu penyebab datangnya keberuntungan sehingga memperoleh kemenangan dalam menggapai surga yang kekal. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 200, yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”
2.      Terapi shalat
Andriyani (2013: 34) mengungkapkan bahwa shalat adalah ibadah yang di dalamnya terjadi hubungan rohani antara makhluk dan  khaliqnya. Shalat juga dipandang sebagai munajat berdo’a dalam hati yang kushuk kepada Allah. Sururin (2004: 190) mengatakan bahwa Orang yang sedang mengerjakan shalat dengan kushuk tidak meraaskan sendiri, seolah-olah ia berhadapan dan melakukan dialog dengan tuhan. Suasana spiritual seperti ini dapat menolong manusia untuk mengungkapkan segala perasaan dan berbagaipermasalahan yang dihadapi. Soffandi (2003: 45) mengemukakan bahwa ritual shalat memiliki pengaruh yang sangat luar biasa untuk terapi rasa galau dan gundah dalam diri manusia, dengan mengerjakan shalat dengan khusyu’ yakni dengan niat menghadapkan dan berserah diri secara total kepada Allah Swt, serta meninggalkan segala kesibukan maupun problematika kehidupan. Shalat juga menumbuhkan kepercayaan diri, menghalau kekhawatiran dan rasa takut, menjaga keseimbangan jiwa, memberikan harapan yang terus ada dan memunculkan ketenangan pada dirinya. Ancok dan Suroso (2000: 98) mengemukakan bahwa ada empat aspek terapeutik aspek olahraga, aspek meditasi, aspek autosugesti, aspek kebersamaan.
3.      Terapi zikir
Najati (2010: 269) mengatakan bahwa zikir atau mengingat Allah adalah sebaik-baiknya ibadah. Semua ibadah pada hakikatnya adalah satu usaha untuk mengingat Allah, baik dengan takbir, tahlil, tahmid maupun bentuk syukur. Zikir kepada Allah bisa membangkitkan rasa aman, tentram, dalam jiwa karena aktivitas ini merupakan sebentuk terapi bagi kegelisahan yang biasa dirasakan orang saat menghadapi dirinya lemah dan tidak mampu menghadapi tekanan dan bahaya.
4.      Terapi Do’a
Andriyani (2013: 35) mengatakan bahwa pada hakikatnya setiap manusia memerlukan suatu sandaran yang dapat memberikan kekuatan bagi dirinya saat dia lemah, dan ketika berbagai masalah yang dihadapinya sudah sangat sulit dicari jalan keluarnya. Seseorang manusia itu membutuhkan tempat untuk mengadukan nasib dan keadaan dirinya membutuhkan sesuatu yang dapat menenangkan kegundahan hati dan jiwanya. Bagi orang-orang yang beriman, dengan berdoa segala kesulitan dapat dihadapi dengan tenang karena dengan berdoa kepada Allah yang maha mendengar dan maha mengabulkan doa, maka harapannya akan bersemi kembali dan kesulitannya bisa diatasi.
5.      Terapi Baca Al Qur’an
Andriyani (2013: 35) mengatakan bahwa di dalam Al Quran sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak ditemui ayat-ayat yang berhubunga dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam kesehatan mental. Sesungguhnya ayat-ayat Al-Qu’an memiliki keutamaan yang sangat besar untuk menjernihkan hati dan membersihkan jiwa.
Firman Allah :
Artinya : Dan Kami turunkan dari al Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim hanya akan menambah kerugian. Q.S. Al Isra’ ayat 8239
Bacaan Al-Quran tidak hanya menjadi obat mujarab untuk menghilangkan perasaan gundah yang muncul karena perasaan berdosa, namun bacaan Alquran juga mampu mengobati semua ketidakstabilan jiwa dan kegoncangan psikis maupun mental.
6.      Terapi Inabah
Chaer (2014:66) mengungkapkan bahwa Inabah sebagai suatu metode terapi baik secara teoritis maupun praktis didasarkan kepada Al-Quran, Hadits, dan Ijtihad para ulama (Praja, 1995: 267). Inabah sebagai pusat pembinaan ruhani berusaha mendidik para Anak Bina secara Islami berdasarkan Al-Quran dan Sunnah dengan metode khusus TQN secara full time (24 jam penuh) yakni dengan cara membiasakan diri untuk selalu melaksanakan syariat Islam, seperti : shalat wajib, sholat sunat, puasa, dzikir, dan berbagai amalan lainnya. Tujuannya adalah membiasakan diri para Anak Bina memiliki akhlakul karimah dan selalu taat menjalankan perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW.

0 comments:

8:07 AM nl26.blogspot.com 0 Comments

MAKALAH

UPAYA MEMANDIRIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) MELALUI PEMBELAJARAN BINA DIRI


 







DISUSUN OLEH:

NURMIYANTI
1371040040
KELAS A


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (ABK) memiliki arti yang lebih luas dibandingkan pengertian anak luar biasa. Abk adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Oleh karena itu memerlukan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.
Dalam uu sistem pendidikan nasional (uu no. 20 tahun 2003) pasal 32 disebutkan bahwa pendidikan khusus pendidikan luar biasa merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Bina diri merupakan salah satu mata pelajaran yang khusus dimasukan pada anak-anak yang berkebutuhan khusus. Pembelajaran bina diri diajarkan atau dilatihkan pada abk mengingat dua aspek yang melatar belakanginya. Latar belakang yang utama yaitu aspek kemandirian yang berkaitan dengan aspek kesehatan, dan latar belakang lainnya yaitu berkaitan dengan kematangan sosial budaya.
Beberapa kegiatan rutin harian yang perlu diajarkan meliputi kegiatan atau keterampilan mandi, makan, menggosok gigi, dan ke kamar kecil (toilet); merupakan kegiatan yang sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan seseorang. Kegiatan atau keterampilan bermobilisasi (mobilitas), berpakaian dan merias diri (grooming) selain berkaitan dengan aspek kesehatan juga berkaitan dengan aspek sosial budaya.
Hal tersebut sejalan dengan arifah a. Riyanto (Widati,2011) yang menyatakan, ditinjau dari sudut sosial budaya maka pakaian merupakan salah satu alat untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Dengan demikian jelaslah bahwa pakaian ini bukan saja untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat biologis material, tetapi juga akan berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan social psikologis. Berpakaian yang cocok atau serasi baik dengan dirinya ataupun keadaan sekelilingnya akan dapat memberikan kepercayaan pada diri sendiri.
Dari contoh-contoh di atas, maka tepatlah bahwa mata pelajaran bina diri merupakan kegiatan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, mengingat anak-anak berkebutuhan khusus tertentu ada yang belum atau tidak bisa mandiri dalam hal berpakaian, mandi, menggosok gigi, makan, dan ke toilet. Hal-hal tersebut merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar.
Spektrum bina diri bagi abk mempunyai ruang garap yang cukup luas dalam arti bahwa setiap anak berkebutuhan khusus membutuhkan adl yang berbeda. Untuk setiap anak perbedaan-perbedaan itu berkaitan dengan hambatan yang dimiliki anak yang menyebabkan keragaman cara, alat, ataupun metode yang dipergunakan oleh individu-individu dalam berlatih.
B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.      Menjelaskan hal-hal yang termasuk dalam tinjauan kemandirian, meliputi pengertian kemandirian dan aspek-aspek kemandirian, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian
2.      Menjelaskan hal-hal yang termasuk dalam bina diri, meliputi pengertian bina diri, fungsi bina diri, tujuan bina diri, dan ruang lingkup bina diri.
3.      Bentuk-bentuk pembelajaran bina diri untuk ABK.
C.    Tujuan penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui hal-hal yang termasuk dalam tinjauan kemandirian, meliputi pengertian kemandirian dan faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian.
2.      Untuk mengetahui hal-hal yang termasuk dalam bina diri, meliputi pengertian bina diri, fungsi bina diri, tujuan bina diri, dan ruang lingkup bina diri.
3.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk pembelajaran bina diri untuk ABK.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tinjauan Kemandirian
1.      Pengertian Kemandirian
Menurut Steinberg (2002), kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam bertingkah laku, merasakan sesuatu, dan mengambil keputusan berdasarkan kehendaknya sendiri. Mandiri merupakan salah satu ciri utama kepribadian yang dimiliki oleh seseorang yang telah dewasa dan matang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mandiri merupakan keadaan seseorang yang telah mampu berdiri sendiri serta tidak bergantung kepada orang lain. Namun, seorang individu tidak dengan mudah begitu saja untuk dapat mencapai sifat kemandirian. Seseorang harus melalui proses-proses tertentu untuk dapat mencapai kemandirian.
Menurut Masrun (Astuti & Sukardi, 2013), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan diri sendiri untuk kebutuhan sendiri, mengejar prestasi, penuh ketekunan, serta berkeinginan untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain, mampu berpikir dan bertindak original, kreatif dan penuh inisiatif, mampu memengaruhi lingkungannya, mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, menghargai keadaan diri sendiri, dan memperoleh kepuasan dari usahanya.
Menurut Steinberg (Ginintasi, 2009), kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri. Widiana (Anggraini, 2013:4)) menyatakan bahwa kemandirian merupakan salah satu karakteristik yang dimiliki oleh seseorang dimana tidak bergantung pada orang tua maupun lingkungan luar dan lebih banyak mengandalkan potensi serta kemampuan yang dimiliki. Awal kemandirian individu dimulai pada masa remaja. Pada masa ini, ketergantungan seorang individu terhadap orang tuanya yang merupakan simbol dari masa kanak-kanak mulai terlepas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan salah satu indikator kedewasaan seseorang yang ditandai dengan kemampuannya dalam melakukan segala sesuatu sendiri tanpa harus bergantung dengan orang lain.
2.      Aspek-aspek Kemandirian
Steinberg  (2002) kemandirian merupakan bagian dari pencapaian otonomi diri pada remaja. Untuk mencapai kemandirian pada remaja melibatkan tiga aspek yaitu:
a. Aspek emotional autonomy, yaitu aspek kemandirian yang berkaitan dengan perubahan hubungan individu, terutama dengan orangtua. Individu mampu melepaskan ketergantungannya dengan orang tua dan dapat memenuhi kebutuhan kasih sayangnya tanpa adanya andil dari orang tua.
b. Aspek behavioral autonomy, yaitu kemampuan untuk membuat suatu keputusan sendiri dan menjalankan keputusan tersebut. Individu tersebut mampu menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkah laku pribadinya masing-masing.
c. Aspek value autonomy, yaitu memiliki seperangkat prinsip-prinsip tentang mana yang benar dan mana yang salah, mengenai mana yang penting dan mana yang tidak penting. Individu dapat melakukan hal-hal sesuai dengan pendiriannya dan sesuai dengan penilaiannya tentang perilaku tersebut.
3.      Faktor-Faktor Kemandirian
Ali dan Asrori (2008: 118) menjelaskan bahwa kemandirian dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pen-didikan di sekolah, dan sistem pendidikan di masyarakat. Genetika atau keturunan merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Menurut Yusuf (2007: 31) genetika diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen. Namun demikian tidak semua material genetika tampak dan dapat diukur melainkan hanya sebagian saja. Material genetika yang tampak dan dapat diamati ini disebut dengan fenotip (Santrock, 2003: 79).
B.     Tinjauan Bina Diri
1.      Pengertian Bina Diri
Maria. J wantah (Ardiyanto, 2014) pengertian bina diri adalah “suatu proses pendidikan yang diberikan pada anak berkebutuhan khusus mampu latih agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, seperti mengurus diri sendiri, membersihkan diri, makan, minum, menggunakan toilet sendiri, dan lain-lain, mengatasi berbagai masalah dalam menggunakan pakaian, memilih pakaian yang cocok, dapat mengancing pakaian sendiri, sesama anak tunagrahita, dan juga anak normal pada umumnya”. Menurut Astati (Ardiyanto, 2014) mengatakan bahwa Bina diri adalah “suatu usaha dalam membangun diri individu baik sebagai Individu maupun makluk sosial melalui pendidikan keluarga, disekolah maupun dimasyarakat, sehingga terwujud kemandirian dan ketelibatannya dalam kehidupan sehari-hari secara memadai”.
Kurniasih (2013) bina diri adalah suatu upaya membangun diri individu baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial melalui pendidikan di dalam keluarga, di sekolah, dan di masyarakat sehingga terwujudnya kemandirian dengan keterlibatannya di dalam kehidupan sehari-hari secara memadai.  Ratih (2011) bina diri merupakan serangkaian kegiatan pembinaan dan latihan yang dilakukan oleh guru yang profesional dalam pendidikan khusus, secara terencana dan terprogram terhadap individu yang membutuhkan layanan khusus, yaitu individu yang mengalami gangguan koordinasi gerak-motorik, sehingga mereka dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan tujuan meminimalisasi dan atau menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitasnya. Aktivitas kehidupan sehari-hari yang dimaksud adalah; kemampuan dan keterampilan sesorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, mulai dari aktivitas bangun tidur sampai tidur kembali. Kegiatan ini dikenal dengan istilah ADL ( Actifity of Daily Living ).
Depdikbud (Endaryati, 2009) memberikan definisi bina diri adalah suatu aktivitas atau kegiatan untuk memantapkan fungsi fisik dan penyesuaian. Selanjutnya dalam kurikulum pendidikan luar biasa 1997 kemampuan merawat diri merupakan salah satu bidang pengajaran yang harus diberikan kepada siswa tunagrahita mengingat keterbatasan kemampuan nak. Sedangkan munzayanah (Ardiyanto, 2014) memberikan pengertian ditinjau dari arti bahasa berasal dari kata bina artinya membangun, membentuk, membuat, menjadi baik.  Bina diri diartikan sebagai cara untuk membentuk seseorang agar baik atau dapat melayani atau mengurus dirinya sendiri di dalam hidupnya.
Bina diri dalam bahasa inggris disebut dengan istilah self-help atau Self-care (Endaryati, 2009). Yang dimaksud dengan kemampuan bina diri adalah menolong diri sendiri atau memelihara diri sendiri meliputi Kegiatan, makan, minum, kebersihan, berpakaian, berhias diri dan orientasi Ruang. Tin suharmini (Widati, 2009) memberikan pengertian keterampilan bina diri merupakan suatu kelompok aktivitas yang dilakukan individu setiap hari dalam rangka individu memenuhi kebutuhan keluarga dan memanfaatkan keadaan lingkungan. Aktivitas bina diri berupa Keterampilan dalam memelihara lingkungan rumah, memelihara diri Sendiri, mengelola keuangan, keterampilan menyiapkan makanan, keterampilan penggunaan berbagai fasilitas umum di masyarakat serta keterampilan mengelola waktu.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bina diri merupakan upaya yang dilakukan individu agar dapat mengurus dan merawat diri sendiri, yang dapat digunakan untuk beradaptasi dengan kehidupan lingkungan masyarakat.


2.      Fungsi Bina Diri
Bina diri sebagai mata pelajaran khusus pada anak berkebutuhan khusus memiliki berbagai fungsi. Fungsi yang dapat dirasakan pada siswa adalah dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan dalam merawat diri Sendiri. Fungsi bina diri dalam kurikulum merawat diri (mamad widya dalam Endarwati, 2009) disebutkan antara lain:
a.       Menanamkan pengetahuan tentang tata cara mengurus diri sendiri.
b.      Meningkatkan keterampilan mengurus diri sendiri.
c.       Mengembangkan kebiasaan mengurus diri sendiri
d.      Mengembangkan kemampuan dalam penyesuaian diri.
Sedangkan menurut Meylanie (Ardiyanto, 2014) menyebutkan bahwa fungsi mengurus diri sendiri meliputi:
a.       Dapat menghilangkan perasaan harga diri rendah
b.      Dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri
c.       Dapat mengembangkan pribadi yang kuat
d.      Dapat mengembangkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan tertentu
e.       Dapat menyembuhkan terhadap gangguan/sakit pada diri anak baik secara fisik maupun psikis.
Depdikbud (Endarwati, 2009) menyampaikan fungsi pendidikan bina diri antara lain:.
a.       Fungsi selektif
Dalam pendidikan keterampilan merawat diri sendiri terjadilah suatu seleksi dari: pengarahan minat. pengarahan bakat. pengarahan keterampilan dan kecekatan.
b.      Fungsi edukatif
Unsur pedagogis di dalam pendidikan keterampilan merawat diri sendiri meliputi: membimbing berpikir logis, membimbing kehalusan perasaan, dan  membimbing kemauan.
c.       Fungsi terapi
Pengaruh positif dari latihan kerja ialah membawa anak untuk menyadari tentang dirinya dan lingkungannya. Kesadaran untuk dapat menerima segala pengertian dan penguasaan diperoleh dengan usaha pemusatan perhatian. Perasaan puas pada diri anak berkebutuhan khusus dapat mengurangi rasa rendah diri.
d.      Fungsi pemenuhan kebutuhan
Pada dasarnya kebutuhan setiap anak adalah sama, yang berarti di dalamnya juga tercakup kebutuhan anak tunagrahita. Adapun yang dimaksud antara lain: kebutuhan keteraturan, kebutuhan pengakuan, kebutuhan memperoleh keberhasilan, kebutuhan akan kegiatan, kebutuhan akan kebebasan, kebutuhan akan penyaluran ekspresi, dan kebutuhan akan kesehatan.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan fungsi dari merawat diri adalah meningkatkan keterampilan mengurus diri sendiri; mengembangkan kebiasaan mengurus diri sendiri; mengembangkan kemampuan dalam penyesuaian diri; dapat menghilangkan perasaan harga diri rendah; dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri; dapat mengembangkan pribadi yang kuat; dan dapat mengembangkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan tertentu.
3.      Tujuan Pembelajaran Bina Diri
Pendidikan bina diri sebagai upaya memberikan bekal keterampilan merawat diri sendiri , memiliki berbagai tujuan yang akan dicapai. Adapun tujuan dari pendidikan bina diri menurut depdikbud (Endarwati, 2009) antara lain:
a.       Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri.
b.      Dapat kontak dan berintegrasi dengan lingkungannya.
c.       Dapat menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri/menumbuhkan sikap kemandirian.
Tujuan dari pendidikan bina diri (depdikbud dalam Endarwati, 2009) adalah untuk mengembangkan sikap-sikap dan kebiasaan- kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari untuk dapat mengurus diri sendiri sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dalam kehidupan bermasyarakat. Ruang lingkup bina diri untuk peserta didik anak tunagrahita tingkat dasar meliputi: Usaha embersihkan dan merapikan diri; kebersihan lingkungan dan kesehaatan,; berbusana; makan dan minum, dan menghindari bahaya.
Berdasarkan pendapat tentang tujuan pendidikan bina diri di atas maka dapat disimpulkan tujuan pendidikan bina diri adalah untuk memberikan keterampilan anak tunagrahita dalam merawat diri sendiri dan beradaptasi dengan lingkungan.
4.      Ruang Lingkup Bina Diri
Widati (2011:4) mengungkapkan ruang lingkup dari pembelajaran bina diri meliputi:
a.       Merawat diri: makan-minum, kebersihan badan, menjaga kesehatan
b.      Mengurus diri: berpakaian, berhias diri
c.       Menolong diri: menghindar dan mengendalikan diri dari bahaya
d.      Berkomunikasi: komunikasi non-verbal, verbal, atau tulisan
e.       Bersosialisasi: pernyataan diri, pergaulan dengan anggota keluarga, teman, dan anggota masyarakat
f.       Penguasaan pekerjaan: pemeliharaan alat, penguasaan keterampilan, mencari informasi pekerjaan, mengkomunikasikan hasil pekerjaan dengan orang lain.
g.      Pendidikan seks: membedakan jenis kelamin, menjaga diri dan alat reproduksi, menjaga diri dari sentuhan lawan jenis.
C.    Bentuk Pembelajaran Bina Diri Untuk ABK
Keragaman individu dari anak berkebutuhan khusus membawa dampak pada kebutuhan anak secara beragam pula. Salah satu kebutuhan abk yaitu bina diri. Widati (2011:4) mengungkapakan berdasarkan fakta lapangan tidak semua abk memerlukan pembelajaran atau pelatihan bina diri, misalnya anak tunarungu wicara dan anak tunalaras karena baik secara fisik, intelektual, juga sensomotorik tidak terganggu sehingga tidak ada hambatan bagi mereka untuk melakukan kegiatan rutin harian kecuali hambatan berkomunikasi bagi atr dan hambatan penyesuaian sosial-emosi bagi anak tunalaras.
Widati (2011: 10) juga mengungkapkan bahwa bagi anak tunagrahita, tunanetra, dan tunadaksa keterampilan bina diri menjadi suatu keharusan. Bentuk pembelajaran bina diri yang dimaksud bagi anak tunagrahita, tunanetra dan tunadaksa adalah sebagai berikut:
1.      Bina diri bagi anak tunanetra.
a.       Community Survival Skill
Aspek ini menyangkut bagaimana seorang tunanetra dapat mempertahankan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat. Untuk tujuan di atas maka ada beberapa keterampilan yang harus dimiliki, yaitu:
1)      social academis, meliputi kemampuan baca, tulis, angka, waktu, dan ukuran.
2)      Economic management: memegang dan mengatur uang; berbelanja; budgeting; banking .
3)      Kewarganegaraan: aturan-aturan yang berlaku di masyarakat; hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat, penggunaan sumber-sumber dan layanan umum di masyarakat, seperti: layanan telepon, kantor pos, rumah sakit, dan lain-lain.
b.      Personal Care Skill
Aspek ini mencakup :
1)      Kebiasaan pribadi seperti makan, ke toilet, mandi, menggosok gigi, menggunakan deodorant, memotong kuku, mencukur jenggot, merawat rambut, berhias (gromming), merawat anak dan bayi.
2)      Mengatur rumah tangga, seperti mengatur, membersihkan, memelihara rumah dan halaman, serta membeli, memelihara dan menyimpan pakaian (mencuci, menjemur, menyetrika, melipat, dan menggantung), termasuk memelihara sepatu, (memakai, menyemir, dan menyimpan), berikutnya termasuk memilih baju yang tepat (keserasian berkaitan dengan waktu)
c.        Interpersonal Competance Skill
Aspek ini mencakup keterampilan memperkenalkan diri, keterampilan berteman (relationship), keterampilan berkomunikasi (berekspresi, berbicara wajar dalam arti jelas dan tidak terlalu keras), dan tanggung jawab (responsibility).
d.      Keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan
Aspek ini mencakup kebiasaan dalam menerima kritik, kemandirian bekerja, kebiasaan mengikuti aturan, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan mempergunakan dan memelihara peralatan, keterampilan dalam berperilaku dalam bekerja (berhubungan dengan individu sebagai pekerja dan kemampuan menilai arti kerja apakah kerja bakti atau kerja professional.
2.      Bina Diri Bagi Anak Tunagrahita
a.       Kemampuan mengurus diri sendiri: menggosok gigi, mandi, keramas, ke kamar kecil, vulva hygiene, berpakaian, menyisir rambut, berhias, mencuci pakaian, menyeterika, melipat, dan menggantung, makan, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, memakai dan merawat sepatu.
b.      Kemampuan membersihkan lingkungan sekitar, meliputi:
1)      membersihkan lingkungan dalam rumah: membersihkan debu, menyapu lantai, mengepel lantai, membersihkan alat-alat rumah tangga.
2)      membersihkan lingkungan sekitar rumah: membersihkan halaman rumah, membuang sampah, memelihara kebun, memetik hasil panen.
3)      tata cara bergaul dan bersikap dalam masyarakat: cara mengucapkan salam dan ucapan terima kasih, cara meminta maaf, memasuki/meninggalkan rumah orang lain, meminta dan memberi bantuan orang lain, berbicara dan mendengar bicara orang lain.
3.      Bina Diri Bagi Anak Tunadaksa
Anak dengan physically handicapped berbeda dengan anak berkebutuhan khusus lainnya, mengingat kemampuan geraknya yang terbatas. Mereka yang cerebral palsy misalnya, ada yang mampu bermobilisasi dengan bantuan alat (support aids) dan ada yang mampu bermobilisasi tanpa support aids. Bagi anak tunadaksa keterampilan bina diri tidak bias lepas dari keterampilan gerak sehingga istilah activities of daily living (adl) disebut bina diri dan bina gerak.
Ada beberapa alat yang dipakai oleh anak tunadaksa dalam bermobilisasi seperti brace (long and short brace), crutch, dan wheel chairs. Disamping penggunaan alat bantu yang bervariasi, hal lain yang perlu dipertimbangkan yaitu berat ringannya hambatan yang dialami anak, sehingga latihan bagi pengguna kursi roda yang satu dengan yang lain bias berbeda, dengan kata lain variasi hambatan sangat menentukan jenis latihan walaupun hanya menyangkut latihan bergerak.
Bina diri dan bina gerak bagi anak tunadaksa pelaksanaannya meliputi adl in bed dan adl out bed, mengingat cakupan bahasan materi terlampau luas maka akan dibatasi pada adl yang bersifat umum (aktivities of daily living general classification) yang meliputi:
a.      Self care:
1)      Toilet activities yang meliputi hygiene dalam mandi, menggosok gigi, dan cebok setelah buang air besar (b-a-b) dan buang air kecil (b-a-k) serta appearance berupa merawat rambut, gromming, dan mencukur jenggot;
2)      Dreassing activities;
3)      Eating activities.
c.       Ambulation, yaitu berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kursi roda baik di dalam rumah (in door) maupun di luar rumah (out door).
d.      Hand activities yang mencakup :
1)      Berkomunikasi (communication), baik signal light, pressing bell button (memijit tombol), maupun writing and using telephone (menulis dan mempergunakan telepon).
2)      management of button, zippers, and shoelaces (memasang kancing, resleting dan menggunakan rak sepatu),
3)      Handling of furniture and gadgets, kegiatannya meliputi: menarik dan menutup, mengunci, memutar dan menutup kran.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah
1.      Kemandirian merupakan salah satu indikator kedewasaan seseorang yang ditandai dengan kemampuannya dalam melakukan segala sesuatu sendiri tanpa harus bergantung dengan orang lain.
2.      Aspek kemandirian terbagi atas 3 aspek meliputi, Aspek emotional autonomy, Aspek behavioral autonomy, spek value autonomy.
3.      Beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian meliputi gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pen-didikan di sekolah, dan sistem pendidikan di masyarakat
4.      Bina diri merupakan upaya yang dilakukan individu agar dapat mengurus dan merawat diri sendiri, yang dapat digunakan untuk beradaptasi dengan kehidupan lingkungan masyarakat.
5.      fungsi dari merawat diri adalah meningkatkan keterampilan mengurus diri sendiri; mengembangkan kebiasaan mengurus diri sendiri; mengembangkan kemampuan dalam penyesuaian diri; dapat menghilangkan perasaan harga diri rendah; dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri; dapat mengembangkan pribadi yang kuat; dan dapat mengembangkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan tertentu.
6.      tujuan pendidikan bina diri adalah untuk memberikan keterampilan anak tunagrahita dalam merawat diri sendiri dan beradaptasi dengan lingkungan.
7.      Ruang lingkup bina diri meliputi kegiatan Merawat diri,  Mengurus diri,  Menolong diri, Berkomunikasi, Bersosialisasi, Penguasaan pekerjaan: pemeliharaan alat, penguasaan keterampilan, mencari informasi pekerjaan, mengkomunikasikan hasil pekerjaan dengan orang lain, dan Pendidikan seks
8.      Pembelajaran Bina diri sangat penting diberikan bagi anak tunagrahita, tunanetra, dan tunadaksa keterampilan bina diri menjadi suatu keharusan.
B.     Saran

Demikianlah penyusun makalah ini, saya sadar bahwa dalam penyusunan makalah masih  banyak kekurangan, karena keterbatasan kemampuan kami atau kurangnya referensi. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini berguna bagi para  pembacanya dan bisa menambah ilmu pengetahuan kita semua. Amin ya Rabbal alamin.

0 comments: