Penyesuaian Diri Pada Pasangam Suami Istri Usia Remaja Yang Hamil Sebelum Menikah

8:27 AM nl26.blogspot.com 0 Comments


hi, teman-teman kali ini saya akan sharing mengenai tugas Metode penelitian Kulitatif: kali ini saya akan share mengenai contoh penelitian saya pada mata kuliah tersebut. lagi-lagi saya mohon sama teman-teman agar tidak mengopasnya yah.... dan saya tidak menshare bab IV dan Referensi dikarenakan bab IV merupakan hasil turun lapangan teman-teman. Untuk bertanya silahkan komentar. terima kasih :)

Metode Penelitian Kualitatif

PENYESUAIAN DIRI PADA PASANGAN SUAMI ISTRI
 USIA REMAJA YANG HAMIL SEBELUM MENIKAH






logo-unm.jpg




NURMIYANTI
1371040040
KELAS A







FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2015

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar  Belakang
Kehamilan di luar nikah merupakan fenomena yang sering dijumpai dan banyak terjadi di lingkungan sekitar pada usia remaja (El-bankuli dalam Haningrum, Salmah & Rin, 2013). Beberapa penelitian menunjukkan fakta yang mengejutkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Australian National University (ANU) yang bekerja sama dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI) tahun 2010/2011 menunjukkan 20.9 % remaja mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah dan 38,7 % remaja mengalami kehamilan sebelum menikah dan kelahiran setelah menikah. Penelitian tersebut dilakukan di Jakarta, Tanggerang dan Bekasi (Jatabek), dengan jumlah sampel 3006 responden (usia 17-24 tahun) (Johara dan Abi dalam Winata, 2013).Kehamilan di luar nikah merupakan dampak dari perilaku seks bebas di kalangan remaja akhir-akhir ini yang banyak disorot karena cenderung meningkat, sesuai dengan data diatas.
Hurlock menambahkan bahwa pada masa remaja minatnya pada seksual meningkat. Mereka mulai tertarik pada lawan jenis kelamin, mereka mulai mengenal apa yang dinamakan cinta, saling memberi dan menerima kasih sayang dari orang lain.  Sejalan dengan hal tersebut Santrock (‘Uyun & Novarianto, 2012) juga mengemukakan bahwa terdapat kemajuan dalam perilku seksual yang dilakukan oleh remaja. Ciuman nerupakan awal dari terjadinya hubungan seksual, kemuadian mereka saling bercumbu, ciuman lidah, memegang payudara, memegang penis, menyentuh vagina, melakukan hubungan seksual dan seks oral. Asti (Solihat, 2013) juga mengatakan banyak remaja yang dalam gaya pacarannya sudah melakukan hubungan terlarang layaknya hubungan suami istri (intercourse).
Keadaan ini menimbulkan akibat terbukanya peluang lebih besar terhadap hubungan seks pranikah dengan segala dampak yang muncul seperti kehamilan di luar nikah, kawin muda, anak-anak lahir diluar nikah, aborsi, penyakit menular seksual, depresi pada wanita yang terlanjur berhubungan seks dan sebagainya (Sarwono dalam Winata, 2013). Masalah-masalah ini disebut oleh WHO (Ngantung, 2012) sebagai masalah kesehatan reproduktif remaja yang telah mendapat perhatian khusus dari berbagai organisasi internasional.
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai kebutuhan seksual yang menuntut untuk dipuaskan melalui hubungan kelamin antar jenis (Hurlock, 2001). Namun, masyarakat masih membatasi perilaku seksual remaja karena melihat bahwa mereka belum dapat melepaskan remaja untuk menunjukan perilaku seksual yang sebanding dengan kebutuhannya. Hubungan seksual dengan lawan jenis dibatasi untuk pasangan-pasangan yang telah menikah. Remaja dituntut untuk menahan dirinya, dengan demikian hubungan seks sebelum menikah pada remaja dianggap menyimpang.
Fenomena remaja yang mengalami kehamilan di luar nikah merupakan kejadian yang sangat memprihatinkan. Dalam usia remaja, seharusnya remaja dapat melakukan berbagai aktivitas positif untuk masa depannya, seperti mengembangkan prestasi dibidang akademik maupun non akademik, memperluas jaringan social, mempersiapkan karir, dan mencari pengalaman guna mempersiapkan kehidupan yang matang. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Sanders, dkk (Haningrum, Salmah, & Rin, 2013) bahwa masa remaja merupakan masa penting dalam perkembangan psikososialnya dan pencapaian pendidikan dalam mempersiapkan pekerjaan yang diinginkan. 
Faktanya banyak remaja mengami kehamilan diluar nikah atau kehamilan yang tidak diinginkan, malah menghambat kesempatan-kesempatan dalam bidang prestasi, jaringan sosial, dan karir. Remaja akan mengalami kondisi-kondisi sulit, mengingat konsekuensi atau akibat yang akan diterima dari hamil di luar nikah sangatlah kompleks dalam kapasitas sebagai remaja.
“ saya putus sekolahka kakak, padahal kelas tigama. Tidak pernama juga ketemu sama teman-temanku karena malu-maluka. Apalagi natauka bilang hamil. Baru mamanya suamiku tidak bisapa naterima.”
Pada akhirnya, kehamilan di luar nikah menyeret mereka pada konsekuensi yang harus dijalani, yaitu menikah dalam persiapan yang sangat minim. Dikatakan minim persiapan karena mereka belum memenuhi faktor-faktor kesiapan perkawinan menurut psikis, sosial dan finansial (Walgito dalam Ngantung, 2012).
Perkawinan yang dijalani dengan keterpaksaan dan persiapan yang minim berdampak pada banyak aspek, yaitu psikologis dan sosial ekonomi. Khisbiyah (Handayani, 2001) menyatakan dampak psikologis dari perkawinan remaja ialah ketidakstabilan emosi dan perasaan minder. Hal ini berdampak pada aspek sosial ekonomi yaitu tingginya angka perceraian, peningkatan jumlah pengangguran dan kriminalitas, kemiskinan, jumlah anak yang terbuang (abandoned) dan diperlakukan salah (abused) (Astuti, Singgih & Muhana, 2000).
Oleh sebab itu perlu ditetapkan komitmen dan bagaimana hubungan tersebut dibentuk dan dipertahankan. Cinebell dan Cinebell ( Anjani & Suryanto, 2006 dalam Astuti, Singgih & Muhana, 2000) menyatakan bahwa tahun pertama dan kedua merupakan masa badai dan krisis. Mereka harus banyak belajar dengan pasangan masing-masing (Hurlock, 2001). Dengan demikian, untuk belajar mengenali dan membiasakan diri sebagai istri sekaligus ibu, maka diperlukan sebuah proses penyesuaian diri dalam perkawinan.
DeGenova dan Rice (dalam Astuti, Singgih & Muhana, 2000) menyatakan bahwa penyesuaian tidak bersifat statis, namun membutuhkan proses yang berkepanjangan dalam kehidupan maupun dalam perkawinan. Dengan demikian penyesuaian perkawinan diartikan sebagai proses adaptasi, penyesuaian diri dari pola perilaku individu ke dalam pola perilaku  dan interaksi berpasangan guna mencapai kepuasan maksimal dalam hubungan suami istri.
Penyesuaian diri dalam sebuah perkawinan akan mnjadi hal penting karena akan berdampak pada keberhasilan, kesuksesan, kepuasan serta keharmonisan rumah tangga. Dari gambaran diatas penulis tertarik untuk memperoleh gambaran lebih mendalam tentang penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang hamil sebelum menikah.
B.     Fokus Penelitian
Berdasarkan hasil uraian latar belakang diatas, maka focus penelitian yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah gambaran penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang hamil sebelum menikah ?
C.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :
1.      Manfaat Teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikololgi khususnya psikologi sosial, psikologi perkembangan, dan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya, tentang penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang hamil sebelum menikah.
2.      Manfaat Praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi kepada masyarakat umum khususnya para remaja tentang gambaran penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang hamil sebelum menikah dan agar tidak mengalami kehamilan sebelum menikah, serta memberikan informasi bagi orangtua agar dapat mendampingi anak-anaknya menuju perkawinan.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Penyesuaian Diri
1.      Pengertian Penyesuaian Diri
Schneider (Sarwono. 2013) penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi dan menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan, frustasi dan konflik yang dialaminya. Sedangkan Lazarus (1991) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah proses psikologis dimana seseorang melakukan tingkah laku untuk mengatasi masalah-masalah atau tuntutan.
Hurlock (2001) penyesuaian diri diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain yang pada umumnya dan terhadap kelompok pada khususnya. Menurut Wilis (Solihat, 2013) yang dimaksud dengan penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar dengan lingkungannya, sehingga merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya.
Dari serangkaian pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses psikologis yang dialami individu dengan memperlihatkan tingkah laku untuk mengatasi konflik yang berasal dari dalam diri individu maupun dari luar individu sehingga merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya.
2.      Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Kemampuan individu mengelola masalah atau konflik yang dihadapinya serta mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannnya, dipengaruhi oleh beberapa factor.
Hurlock (2001) mengemukakan ada empat faktor yang mempengaruhi individu berhasil menyesuaikan  diri, yaitu :
a.       Tergantung dimana individu itu dibesarkan, kehidupan dalam keluarga dimana individu dibesarkan. Bila dalam keluarga dikembangkan perilaku social yang baik maka individu akan mendapatkan pengalaman perilaku social yang baik pula. Hal ini akan menjadi pedoman untuk melakukan penyesuaian diri dan social yang baik diluar rumah.
b.      Model yang diperoleh individu di rumah, terutama dari orang tuanya. Bila anak merasa ditolak oleh orangtuanya atau meniru perilaku orangtua yang menyimpang, maka anak akan cenderung mengembangkan kepribadian yang tidak stabil, agresif yang mendorong untuk melakukan perbuatan menyimpang ketika dewasa.
c.       Motivasi untuk belajar dilakukan penyesuaian diri dan sosial. Motivasi ini ditimbulkan dari pengalaman social awal yang menyenangkan, baik di rumah  atau di luar rumah.
d.      Bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar penyesuaian diri.
Schneiders (Solihat, 2013) menyatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah :
a.       Kondisi jasmani, meiputi pembawaan jasmaniah sejak lahir dan kondisi tubuh.
b.      Perkembangan dan kematangan, meliputi kematangan intelektual, social, moral, dan emosi.
c.       Determinan psikologis yang meliputi pengalaman-pengalaman, hasil belajar, kondisioning, determinan dini, frustasi dan konflik.
d.      Kondisis lingkungan, yaitu rumah, keluarga dan sekolah.
e.       Determinan kultur termasuk religi.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri individu dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a.       Faktor internal. Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu, meliputi : kondisi jasmani atau fisik, emosi, kematangan intelektual, moral, dan religius, serta moyivasi untuk belajar.
b.      Faktor eksternal. Yaitu factor yang berasal dari lingkungan atau dari luar diri individu, meliputi: kondisi lingkungan yaitu lingkungan rumah, lingkungan keluarga, dan lingkungan sosial, serta modeling dari orang tua.

3.      Proses Penyesuaian Diri
Menurut Lazarus (1991) ketika seseorang berpikir tentang cara apa yang akan digunakannya, kondisi-kondisi apa yang dapat mempengaruhi kegiatan penyesuaian diri dan konsekuensi apa yang akan timbul dari cara penyesuaian diri yang dipilihnya, maka penyesuaian diri disini adalah proses. Penyesuaian diri adalah suatu proses yang berkelanjutan selama hidup manusia (Harber & Runyon dalam  Gerungan, 1987), kehidupan manusia selalu merubah tujuannya seiring dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari proses penyesuaian diri diatas menurut dua tokoh adalah proses yang dilakukan manusia yang dipengaruhi oleh dorongan internal dan eksternal yang dapat berubah-ubah sesuai dengan tujuan hidup yang terjadi pada lingkungannya. 
B.     Pernikahan
1.      Pengertian Pernikahan
Nikah menurut bahasa artinya menghimpun, sedangkan menurut terminology berarti akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya (Anonim, 2013). Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974, menyatakan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Walgito, 2004).
Definisi lain dikemukakan oleh Husain (2012) yang menyatakan bahwa perkawinan adalah suatu ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antarpribadi yang kemudian membentuk hubungan kekerabatan dalam suatu pranata di budaya setempat yang meresmikan hubungan pribadi yang bisaanya intim dan seksual. Selain itu, Arifin (2012) menambahkan bahwa hubungan perkawinan melibatkan hubungan kekerabatan antara kedua belah pihak dalam mewujudkan kesatuan sosial dan memperluas hubungan, sehingga terbentuklah masyarakat.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpukan bahwa pernikahan adalah ikatan dua manusia yang jenis kelaminnya berbeda dalam usahanya untuk mencapai pemenuhan orang yang melaksankan pernikahan berarti memenuhi prosedur atau tahap-tahap dalam membentuk keluarga.
2.      Faktor-Faktor Yang Mempengruhi Penyesuaian Diri dalam Pernikahan
Dalam pernikahan, keberhasilan untuk memperoleh dan merasakan kesejahteraan dan kebahagiaan tergantung dari penyesuaian-penyesuaian yang biasanya disebut adaptasi terhadap suami atau isteri sendiri. Menurut Gunarsa (Ngantung, 2012), terdapat faktor-faktor dasar penyesuaian keluarga yang dapat mempengaruhi keutuhan pernikahan yaitu :
a.       Kesehatan fisik suami dan isteri
b.      Kesehatan mental
c.       Stabilitas emosi
Sedangkan menurut Hurlock (2001) dalam pernikahan terdapat empat hal penting masalah penyesuaian diri yang harus dihadapi oleh pasangan suami isteri, yaitu :
a.       Penyesuaian dengan pasangan
b.      Penyesuain seksual
c.       Penyesuaian keuangan
d.      Penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan
Selain itu Dyer ( Ngantung, 2012) menyatakan ada beberapa factor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan yaitu :
a.       Faktor pendukung, yaitu keinginan untuk membahagiakan pasangan, memebrikan perhatian-perhatian kecil, meluangkan waktu untuk keluarga, memiliki panggilan khusus atau mengerjakan tugas rumah tangga, toleransi, keterbukaan, dan kepercayaan.
b.      Faktor penghambat, yaitu tidak bisa menerima perubahan sifat dan kebiasaan pasangan, tidak berinisiatif, tidak saling menerima tugas-tugas yang telah disepakati, campur tangan keluarga yang sangat kuat, serta bersikukuh pada pendapat dan pemikiran masing-masing.
c.       Faktor eksternal, yaitu usia, agama, ras, pendidikan dan keluarga.
C.    Remaja
1.      Pengertian Remaja
Masa remaja juga disebut masa adolesen, sebagai suatu masa di mana individu dalam proses pertumbuhannya (terutama fisik) telah mencapai kematangan. Periode ini menunjukkan suatu masa kehidupan, di mana remaja bukan lagi sebagai kanakkanak tetapi tidak juga sebagai orang dewasa. Remaja tidak mau di perlakukan sebagai kanak-kanak. Sementara itu mereka belum mencapai kematangan yang penuh dan tidak dapat di masukkan ke dalam kategori dewasa (Gunarsa, 2001).
Lebih jelasnya Sulaeman (2001) membagi masa adolesen atau masa remaja ini menjadi dua fase, yaitu masa remaja awal atau pre adolescenceantara umur 12-15 tahun dan fase masa remajaakhir atau late adolescence, yaitu antara 15-18 tahun. Jadi masa remaja atau adolescence dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pra remaja umur 12- 15 tahun dan fase remaja akhir umur 15-18 tahun. Pada masa itu dalam diri anak sering timbul pertanyaan “ siapa saya ini.?”, “bagaimana saya.?” Dan berbagai pertanyaan yang intinya mengenai dirinya sendiri atau dapat dikatakan remaja mencapai identitas diri, karena ada perubahan fisik dalam dirinya.
 Remaja menurut Sunarti (Sarwono, 2013) adalah periode pubertas (remaja) merupakan periode di mana perkembangan fisik dan psikis mengalami perkembangan pesat. Maksudnya perkembangan fisik tersebut adalah perkembangan dapat di lihat secara nyata dalampertumbuhan remaja, misal tinggi badan, bentuk tubuh, suara. Sedangkan perkembangan psikis adalah perkembangan dalam diri remaja yang berhubungan dengan perasaan dan emosi yang hanya dapat dipahami oleh remaja itusendiri. Kestabilan emosinya dipengaruhi oleh aspek kematangan mental, kematangan emosi dan kontrol emosi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa remaja merupakan masa perpindahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Kedewasaan fisik remaja di tandai terjadinya perubahan fisik dalam organ seksnya yang sudah mencapai kematangan. Masa remaja akhir (late adolensce), yaitu antar 15-18 tahun. Pada masa ini, baik remaja laki-laki ataupun perempuan mulai tertarik dengan lawan jenisnya.
2.      Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (2001) adalah :
a.       Mampu menerima keadaan fisiknya;
b.      Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa;
c.       Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis;
d.      Mencapai kemandirian emosional;
e.       Mencapai kemandirian ekonomi;
f.       Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;
g.      Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua;
h.      Mengembangkan perilaku tanggung jawab social yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa;
i.        Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan;
j.        Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
D.    Kehamilan Di Luar Nikah
Kehamilan luar nikah yang dimaksud disini adalah adalah perwujudan dari perilaku seks yang dilakukan sebelumnya di luar konsepsi pernikahan (seks pranikah) yang menyebabkan kehamilan. Artinya kehamilan pranikah diawali oleh perilaku seks pranikah terlebih dahulu. Perilaku seks pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum, agama,maupun kepercayaan pada masing-masing individu (Wijaya dalam ‘Uyun & Novarianto, 2011).
Kehamilan di luar nikah merupakan akibat dari terjadinya perubahan perilaku seksual di kalangan remaja, perubahan yang ada didukung oleh kemajuan teknologi yang memungkinkan manusia mengalami kemudahan untuk mendapatkan aneka pemenuhan kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan untuk mengungkap dorongan seksual yang timbul. Sementara itu remaja belum memiliki wadah yang aman dan nyaman untuk menyalurkan dorongan seks yang mereka alami. Wadah yang aman dan nyaman ini dapat di artikan secara moral, sosial maupun hukum (Anastasia, 2001).
Sebagaimana diungkapkan oleh Furstenberg bahwa kehamilan remaja dapat dialami oleh karena miskinnya pengetahuan tentang seks yang praktis sehingga kehamilan itu dapat dianggap sebagai kecelakaan yang kemudian mengakibatkan munculnya benyak persoalan lainyang mengikutinya. Kehamilan pranikah atau diluar nikah dapat menimpa remaja sebagai akibat hubungan seks yang dilakukan secara bebas (‘Uyun & Novarianto, 2012).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kehamilan di luarnikah adalah masa dimulai dari konsepsi (pembuahan) sampai janin lahir, dalam kurung waktu 9 bulan 7 hari yang dihitung dari hari pertama haid terakhir pada perempuan yang belum terikat secara sah dalam pernikahan.

BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tujuan memberikan deskripsi dan menjelaskan mengenai permasalahan dari penelitian secara menyeluruh dan mendalam (Poerwandari dalam Haningrum, 2013).
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus. Yin (2012) menjelaskan bahwa studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “bagaimana” atau “mengapa”, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.
B.     Batasan Istilah
Batasan istilah dalam penelitian ini adalah :
1.      penyesuaian diri adalah proses psikologis yang dialami individu dengan memperlihatkan tingkah laku untuk mengatasi konflik yang berasal dari dalam diri individu maupun dari luar individu sehingga merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya.
2.      pernikahan adalah ikatan dua manusia yang jenis kelaminnya berbeda dalam usahanya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan yang melaksanakan pernikahan berarti memenuhi prosedur atau tahap-tahap dalam membentuk keluarga.
3.      Remaja adalah indvidu yang berumur 12-18 tahun yang masih dalam masa perpindahan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa.
4.      kehamilan di luarnikah adalah masa dimulai dari konsepsi (pembuahan) sampai janin lahir, dalam kurung waktu 9 bulan 7 hari yang dihitung dari hari pertama haid terakhir pada perempuan yang belum terikat secara sah dalam pernikahan.

C.    Latar Dan Konteks Penelitian
Dalam penelitian kualitatif instrument utamanya adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti diharapkan peka dalam menggali permasalahan-permasalah yang muncul pada saat penelitian. Dan penelitian ini dilakukan di kabupaten Bulukumba kecamatan Ujungbulu Kelurahan Caile. Dalam penelitian ini subjek penelitian adalah sepasang suami isteri usia remaja usia 12-18 tahun. Usia pernikahan yaitu satu tahun.
D.    Unit Analisis
Subjek dalam penelitian ini dipilih secara purposive sampling. Teknik ini adalah teknik pengambilan sumber data dengan mengkhusus pada subjek yang mengalami masalah yang diteliti (Sugiyono, 2013).
Menurut Miles dan Hubergman (Sugiyono, 2013), teknik analisis data yang digunakan pada penelitian kualitatif ada tiga langkah, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.
1.      Reduksi data
Tahap pertama yang akan dilakukan dalam analisis data adalah mereduksi data. Menurut Sugiyono (2013) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
2.      Penyajian data
Setelah direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau berupa teks yang bersifat naratif.
3.      Verifikasi Data
Tahap terakhir dalam analisi data kualitatif adalah verifikasi data (penarikan kesimpulan). Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubh bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
E.     Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penenlitian ini adalah :

1.      Observasi
Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi tidak berstruktur. Obsevasi tidak berstruktur merupakan observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi.
2.      Wawancara
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teknik wawancara tidak berstruktur. Wawancara ini tidak menggunakan guide interview yang tersusun secara sistematis, melainkan hanya garis besar mengenai permasalahan yang akan ditanyakan.
3.      Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pelengkap dari teknik pengumpulan data dengan observasi dan wawancara. Dokumentasi dalam hal ini yaitu teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan dokumen-dokumen seperti tulisan atau catatan harian,gambar atau foto-foto, karya-karya lain,seperti film atau video.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut:
Pertama, penyesuaian dengan pasangan yang menyangkut tiga hal. Tiga hal tersebut adalah konsep pasangan ideal, kesamaan latar belakang kehidupan, dan perubahan dalam pola kehidupan setelah menikah. Konsep pasangan ideal bagi kedua subjek adalah pasangan yang tidak hanya sayang kepada subjek tetapi juga sayang keluarga, bertanggung jawab dan taat beribadah. Kesamaan latar belakang kedua subjek yaitu masing-masing pasangan berasal dari suku yang sama. Pasangan pertama suku Makassar dan pasangan kedua berasal dari suku Bugis. Dan pola kehidupan kedua subjek setelah menikah adalah ada tanggung jawab dan kewajiban, dan tidak bisa bebas seperti sebelum menikah.
Kedua, penyesuaian seksual terdiri atas 3 keadaan, yaitu frekuensi perilku pasangan suami isteri terhadap seks, pengaruh pengalaman masa lalu terhadap pola seks setelah menikah dan sikap pasangan suami isteri dalam menyikapi alat kontrasepsi. Frekuensi perilaku kedua subjek terhadap seks adalah kedua subjek tidak sering melakukan hubungan seks. Pengalaman masa lalu subjek tidak mengganggu pola seks subjek setelah menikah. Dan kedua subjek ingin menggunakan alat kontrasepsi dan kedua subjek diberikan izin oleh suami untuk pemakaian alat kontrasepsi.
Ketiga, penyesuaian keuangan terbagi atas pekerjaan pasangan dan cara mengatur keuangan dalam keluarga. Pekerjaan suami dari kedua subjek adalah wiraswasta. Suami subjek pertama supir kendaraan berat dan subjek kedua adalah buruh bangunan.  Dan cara mengatur keuangan keluarga dari kedua subjek belum mandiri sepenuhnya karena masih mendapat bantuan dari keluarga dalam pengelolaannya. Meskipun gaji dari suami di pegang oleh masing-masing isteri.
Keempat, penyesuaian dengan keluarga pasangan menyangkut penyesuaian dengan anggota keluarga pasangan seperti mertua, ipar, dan anggota keluarga lainnya. Penyesuaian kedua subjek dengan mertua berbeda, subjek pertama tidak mengalami hamabatan dalam penyesuaian diri, sedangkan subjek kedua mengalami hambatan dalam penyesuaian diri meskipun kasusnya sama yaitu hamil diluar nikah. Penyesuaian subjek dengan ipar masing-masing yaitu baik. Dan Ada bantuan dari keluarga untuk kedua pasangan berupa makanan.
Kelima, penyesuaian perkawinan terdiri atas cara mengatasi perbedaan pendapat dengan pasangan, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan cara mengatasi konflik atau pertengkaran dengan pasanagan. Cara mengatasi perbedaan pendapat pada kedua pasangan yaitu membicarakan secara langsung. Pengambilan keputusan kedua pasangan di dominasi satu pihak. Pangan pertama didominasi oleh suami, sedangkan pihak kedua di dominasi oleh isteri. Dan cara mengatasi konflik atau pertengkaran kedua pasangan yaitu suaminya si subjek yang meminta maaf duluan.


B.     SARAN
Akhir-akhir ini banyak sekali terjadi kasus yang berhubungan dengan perilaku seks pada remaja, yang beredar bebas melalui media-media elektronik yang dengan mudah di akses. Perilaku seks adalah hal yang wajar bagi manusia, namun jika dilakukannya tanpa perencanaan masa depan yang baik, maka hanya akan membebankan pribadi individu tersebut, sebagai penulis saya hanya dapat memberikan beberapa saran :
1.      Bagi subjek
Setelah didapatkan gambaran penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang hamil sebelum menikah, diharapkan subjek dapat melakukan penyesuaian diri dengan lebih baik dalam pernikahannya, agar terbina hubungan yang harmonis baik dengan pasangannya, dengan keluarga besar masing-masing pasangan, maupun dengan lingkungannya.
2.      Bagi remaja
Diharapkan bagi remaja dapat mengambil hikmah dari apa yang terjadi dalam penelitian ini dan agar remaja dapat lebih berhati-hati dalam pergaulan, juga agar remaja dapat memahami segala resiko yang akan terjadi jika remaja melakukan pergaulan bebas.
3.      Bagi keluarga
Diharapkan bagi keluarga, khususnya orangtua dapat membina hubungan komunikasi yang baik, agar anak merasakan adanya hubungan yang hangat antara anak dengan orangtua. Juga orangtua dapat memberikan informasi mengenai sex education kepada anak, sehingga anak dapat mengerti dan dapat menyaring informasi yang di dapatkan oleh anak dari lingkungannya.
4.      Bagi penelitian selanjutnya
Setelah didapatkan gambaran penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang hamil sebelum menikah, diharapkan bagi penelitian selanjutnya dapat mengali lebih jauh tentang bagaimana penyesuaian diri dalam pernikahan di usia remaja dengan subjek yang lebih beragam. Khususnya dalam perilaku coping stres pada diri remaja ataupun perilaku seks bebas pada remaja.


You Might Also Like

0 comments: