Penyesuaian Diri Pada Pasangam Suami Istri Usia Remaja Yang Hamil Sebelum Menikah
hi, teman-teman kali ini saya akan sharing mengenai tugas Metode penelitian Kulitatif: kali ini saya akan share mengenai contoh penelitian saya pada mata kuliah tersebut. lagi-lagi saya mohon sama teman-teman agar tidak mengopasnya yah.... dan saya tidak menshare bab IV dan Referensi dikarenakan bab IV merupakan hasil turun lapangan teman-teman. Untuk bertanya silahkan komentar. terima kasih :)
PENYESUAIAN
DIRI PADA PASANGAN SUAMI ISTRI
USIA REMAJA YANG HAMIL SEBELUM MENIKAH
NURMIYANTI
1371040040
KELAS
A
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehamilan di luar nikah merupakan
fenomena yang sering dijumpai dan banyak terjadi di lingkungan sekitar pada
usia remaja (El-bankuli dalam Haningrum, Salmah & Rin, 2013). Beberapa
penelitian menunjukkan fakta yang mengejutkan sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Australian National University (ANU) yang bekerja sama dengan Pusat
Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI) tahun 2010/2011 menunjukkan
20.9 % remaja mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah dan 38,7 %
remaja mengalami kehamilan sebelum menikah dan kelahiran setelah menikah.
Penelitian tersebut dilakukan di Jakarta, Tanggerang dan Bekasi (Jatabek),
dengan jumlah sampel 3006 responden (usia 17-24 tahun) (Johara dan Abi dalam
Winata, 2013).Kehamilan di luar nikah merupakan dampak dari perilaku seks bebas
di kalangan remaja akhir-akhir ini yang banyak disorot karena cenderung
meningkat, sesuai dengan data diatas.
Hurlock menambahkan bahwa pada masa remaja minatnya
pada seksual meningkat. Mereka mulai tertarik pada lawan jenis kelamin, mereka
mulai mengenal apa yang dinamakan cinta, saling memberi dan menerima kasih
sayang dari orang lain. Sejalan dengan
hal tersebut Santrock (‘Uyun & Novarianto, 2012) juga mengemukakan bahwa
terdapat kemajuan dalam perilku seksual yang dilakukan oleh remaja. Ciuman
nerupakan awal dari terjadinya hubungan seksual, kemuadian mereka saling
bercumbu, ciuman lidah, memegang payudara, memegang penis, menyentuh vagina,
melakukan hubungan seksual dan seks oral. Asti (Solihat, 2013) juga mengatakan
banyak remaja yang dalam gaya pacarannya sudah melakukan hubungan terlarang
layaknya hubungan suami istri (intercourse).
Keadaan ini menimbulkan akibat terbukanya peluang
lebih besar terhadap hubungan seks pranikah dengan segala dampak yang muncul
seperti kehamilan di luar nikah, kawin muda, anak-anak lahir diluar nikah,
aborsi, penyakit menular seksual, depresi pada wanita yang terlanjur
berhubungan seks dan sebagainya (Sarwono dalam Winata, 2013). Masalah-masalah
ini disebut oleh WHO (Ngantung, 2012) sebagai masalah kesehatan reproduktif
remaja yang telah mendapat perhatian khusus dari berbagai organisasi
internasional.
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai
kebutuhan seksual yang menuntut untuk dipuaskan melalui hubungan kelamin antar
jenis (Hurlock, 2001). Namun, masyarakat masih membatasi perilaku seksual
remaja karena melihat bahwa mereka belum dapat melepaskan remaja untuk
menunjukan perilaku seksual yang sebanding dengan kebutuhannya. Hubungan
seksual dengan lawan jenis dibatasi untuk pasangan-pasangan yang telah menikah.
Remaja dituntut untuk menahan dirinya, dengan demikian hubungan seks sebelum
menikah pada remaja dianggap menyimpang.
Fenomena remaja yang mengalami kehamilan
di luar nikah merupakan kejadian yang sangat memprihatinkan. Dalam usia remaja,
seharusnya remaja dapat melakukan berbagai aktivitas positif untuk masa
depannya, seperti mengembangkan prestasi dibidang akademik maupun non akademik,
memperluas jaringan social, mempersiapkan karir, dan mencari pengalaman guna
mempersiapkan kehidupan yang matang. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh
Sanders, dkk (Haningrum, Salmah, & Rin, 2013) bahwa masa remaja merupakan
masa penting dalam perkembangan psikososialnya dan pencapaian pendidikan dalam
mempersiapkan pekerjaan yang diinginkan.
Faktanya banyak remaja mengami kehamilan
diluar nikah atau kehamilan yang tidak diinginkan, malah menghambat kesempatan-kesempatan
dalam bidang prestasi, jaringan sosial, dan karir. Remaja akan mengalami
kondisi-kondisi sulit, mengingat konsekuensi atau akibat yang akan diterima
dari hamil di luar nikah sangatlah kompleks dalam kapasitas sebagai remaja.
“ saya putus
sekolahka kakak, padahal kelas tigama. Tidak pernama juga ketemu sama teman-temanku
karena malu-maluka. Apalagi natauka bilang hamil. Baru mamanya suamiku tidak
bisapa naterima.”
Pada
akhirnya, kehamilan di luar nikah menyeret mereka pada konsekuensi yang harus
dijalani, yaitu menikah dalam persiapan yang sangat minim. Dikatakan minim
persiapan karena mereka belum memenuhi faktor-faktor kesiapan perkawinan
menurut psikis, sosial dan finansial (Walgito dalam Ngantung, 2012).
Perkawinan yang dijalani dengan
keterpaksaan dan persiapan yang minim berdampak pada banyak aspek, yaitu
psikologis dan sosial ekonomi. Khisbiyah (Handayani, 2001) menyatakan dampak
psikologis dari perkawinan remaja ialah ketidakstabilan emosi dan perasaan
minder. Hal ini berdampak pada aspek sosial ekonomi yaitu tingginya angka
perceraian, peningkatan jumlah pengangguran dan kriminalitas, kemiskinan,
jumlah anak yang terbuang (abandoned) dan diperlakukan salah (abused) (Astuti, Singgih & Muhana,
2000).
Oleh sebab itu perlu ditetapkan komitmen
dan bagaimana hubungan tersebut dibentuk dan dipertahankan. Cinebell dan
Cinebell ( Anjani & Suryanto, 2006 dalam Astuti, Singgih & Muhana,
2000) menyatakan bahwa tahun pertama dan kedua merupakan masa badai dan krisis.
Mereka harus banyak belajar dengan pasangan masing-masing (Hurlock, 2001).
Dengan demikian, untuk belajar mengenali dan membiasakan diri sebagai istri
sekaligus ibu, maka diperlukan sebuah proses penyesuaian diri dalam perkawinan.
DeGenova dan Rice (dalam Astuti, Singgih
& Muhana, 2000) menyatakan bahwa penyesuaian tidak bersifat statis, namun
membutuhkan proses yang berkepanjangan dalam kehidupan maupun dalam perkawinan.
Dengan demikian penyesuaian perkawinan diartikan sebagai proses adaptasi, penyesuaian
diri dari pola perilaku individu ke dalam pola perilaku dan interaksi berpasangan guna mencapai
kepuasan maksimal dalam hubungan suami istri.
Penyesuaian diri
dalam sebuah perkawinan akan mnjadi hal penting karena akan berdampak pada
keberhasilan, kesuksesan, kepuasan serta keharmonisan rumah tangga. Dari
gambaran diatas penulis tertarik untuk memperoleh gambaran lebih mendalam
tentang penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang hamil
sebelum menikah.
B.
Fokus
Penelitian
Berdasarkan hasil uraian latar belakang diatas, maka
focus penelitian yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah gambaran penyesuaian diri
pada pasangan suami istri usia remaja yang hamil sebelum menikah ?
C.
Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi
manfaat sebagai berikut :
1.
Manfaat Teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikololgi khususnya
psikologi sosial, psikologi perkembangan, dan sebagai acuan untuk penelitian
selanjutnya, tentang penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja
yang hamil sebelum menikah.
2.
Manfaat Praktis.
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberi masukan dan informasi kepada masyarakat umum khususnya
para remaja tentang gambaran penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia
remaja yang hamil sebelum menikah dan agar tidak mengalami kehamilan sebelum
menikah, serta memberikan informasi bagi orangtua agar dapat mendampingi
anak-anaknya menuju perkawinan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Penyesuaian
Diri
1.
Pengertian
Penyesuaian Diri
Schneider
(Sarwono. 2013) penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon
mental dan tingkah laku yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi
dan menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan, frustasi dan konflik yang
dialaminya. Sedangkan Lazarus (1991) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah
proses psikologis dimana seseorang melakukan tingkah laku untuk mengatasi
masalah-masalah atau tuntutan.
Hurlock (2001)
penyesuaian diri diartikan sebagai keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan
diri terhadap orang lain yang pada umumnya dan terhadap kelompok pada
khususnya. Menurut Wilis (Solihat, 2013) yang dimaksud dengan penyesuaian diri
adalah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar dengan
lingkungannya, sehingga merasa puas terhadap dirinya dan terhadap
lingkungannya.
Dari serangkaian
pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah
proses psikologis yang dialami individu dengan memperlihatkan tingkah laku
untuk mengatasi konflik yang berasal dari dalam diri individu maupun dari luar
individu sehingga merasa puas terhadap dirinya dan terhadap lingkungannya.
2.
Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Kemampuan
individu mengelola masalah atau konflik yang dihadapinya serta mampu
menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannnya, dipengaruhi oleh
beberapa factor.
Hurlock (2001)
mengemukakan ada empat faktor yang mempengaruhi individu berhasil
menyesuaikan diri, yaitu :
a. Tergantung
dimana individu itu dibesarkan, kehidupan dalam keluarga dimana individu
dibesarkan. Bila dalam keluarga dikembangkan perilaku social yang baik maka
individu akan mendapatkan pengalaman perilaku social yang baik pula. Hal ini
akan menjadi pedoman untuk melakukan penyesuaian diri dan social yang baik
diluar rumah.
b. Model
yang diperoleh individu di rumah, terutama dari orang tuanya. Bila anak merasa
ditolak oleh orangtuanya atau meniru perilaku orangtua yang menyimpang, maka
anak akan cenderung mengembangkan kepribadian yang tidak stabil, agresif yang
mendorong untuk melakukan perbuatan menyimpang ketika dewasa.
c. Motivasi
untuk belajar dilakukan penyesuaian diri dan sosial. Motivasi ini ditimbulkan
dari pengalaman social awal yang menyenangkan, baik di rumah atau di luar rumah.
d. Bimbingan
dan bantuan yang cukup dalam proses belajar penyesuaian diri.
Schneiders
(Solihat, 2013) menyatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
diri adalah :
a. Kondisi
jasmani, meiputi pembawaan jasmaniah sejak lahir dan kondisi tubuh.
b. Perkembangan
dan kematangan, meliputi kematangan intelektual, social, moral, dan emosi.
c. Determinan
psikologis yang meliputi pengalaman-pengalaman, hasil belajar, kondisioning,
determinan dini, frustasi dan konflik.
d. Kondisis
lingkungan, yaitu rumah, keluarga dan sekolah.
e. Determinan
kultur termasuk religi.
Berdasarkan
pendapat beberapa ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum
faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri individu dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
a. Faktor
internal. Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu, meliputi :
kondisi jasmani atau fisik, emosi, kematangan intelektual, moral, dan religius,
serta moyivasi untuk belajar.
b. Faktor
eksternal. Yaitu factor yang berasal dari lingkungan atau dari luar diri
individu, meliputi: kondisi lingkungan yaitu lingkungan rumah, lingkungan
keluarga, dan lingkungan sosial, serta modeling dari orang tua.
3.
Proses
Penyesuaian Diri
Menurut Lazarus
(1991) ketika seseorang berpikir tentang cara apa yang akan digunakannya,
kondisi-kondisi apa yang dapat mempengaruhi kegiatan penyesuaian diri dan
konsekuensi apa yang akan timbul dari cara penyesuaian diri yang dipilihnya,
maka penyesuaian diri disini adalah proses. Penyesuaian diri adalah suatu
proses yang berkelanjutan selama hidup manusia (Harber & Runyon dalam Gerungan, 1987),
kehidupan manusia selalu merubah tujuannya seiring dengan perubahan yang
terjadi pada lingkungan.
Kesimpulan
yang dapat diambil dari proses penyesuaian diri diatas menurut dua tokoh adalah
proses yang dilakukan manusia yang dipengaruhi oleh dorongan internal dan
eksternal yang dapat berubah-ubah sesuai dengan tujuan hidup yang terjadi pada
lingkungannya.
B.
Pernikahan
1.
Pengertian
Pernikahan
Nikah
menurut bahasa artinya menghimpun, sedangkan menurut terminology berarti akad
yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim
dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya (Anonim, 2013). Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974,
menyatakan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
(Walgito, 2004).
Definisi
lain dikemukakan oleh Husain (2012) yang menyatakan bahwa perkawinan adalah suatu ikatan
sosial atau ikatan perjanjian hukum antarpribadi yang kemudian membentuk
hubungan kekerabatan dalam suatu pranata di budaya setempat yang meresmikan
hubungan pribadi yang bisaanya intim dan seksual. Selain itu, Arifin (2012)
menambahkan bahwa hubungan perkawinan melibatkan hubungan kekerabatan antara
kedua belah pihak dalam mewujudkan kesatuan sosial dan memperluas hubungan,
sehingga terbentuklah masyarakat.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat
disimpukan bahwa pernikahan adalah ikatan dua manusia yang jenis kelaminnya
berbeda dalam usahanya untuk mencapai pemenuhan orang yang melaksankan
pernikahan berarti memenuhi prosedur atau tahap-tahap dalam membentuk keluarga.
2. Faktor-Faktor
Yang Mempengruhi Penyesuaian Diri dalam Pernikahan
Dalam pernikahan, keberhasilan untuk
memperoleh dan merasakan kesejahteraan dan kebahagiaan tergantung dari
penyesuaian-penyesuaian yang biasanya disebut adaptasi terhadap suami atau
isteri sendiri. Menurut Gunarsa (Ngantung, 2012), terdapat faktor-faktor dasar
penyesuaian keluarga yang dapat mempengaruhi keutuhan pernikahan yaitu :
a. Kesehatan fisik suami dan isteri
b. Kesehatan mental
c. Stabilitas emosi
Sedangkan menurut Hurlock (2001)
dalam pernikahan terdapat empat hal penting masalah penyesuaian diri yang harus
dihadapi oleh pasangan suami isteri, yaitu :
a. Penyesuaian dengan pasangan
b.
Penyesuain
seksual
c.
Penyesuaian
keuangan
d.
Penyesuaian
dengan pihak keluarga pasangan
Selain itu Dyer ( Ngantung, 2012)
menyatakan ada beberapa factor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan yaitu :
a. Faktor pendukung, yaitu keinginan
untuk membahagiakan pasangan, memebrikan perhatian-perhatian kecil, meluangkan
waktu untuk keluarga, memiliki panggilan khusus atau mengerjakan tugas rumah
tangga, toleransi, keterbukaan, dan kepercayaan.
b. Faktor penghambat, yaitu tidak bisa
menerima perubahan sifat dan kebiasaan pasangan, tidak berinisiatif, tidak
saling menerima tugas-tugas yang telah disepakati, campur tangan keluarga yang
sangat kuat, serta bersikukuh pada pendapat dan pemikiran masing-masing.
c. Faktor eksternal, yaitu usia, agama,
ras, pendidikan dan keluarga.
C.
Remaja
1.
Pengertian
Remaja
Masa
remaja juga disebut masa adolesen, sebagai suatu masa di mana individu
dalam proses pertumbuhannya (terutama fisik) telah mencapai kematangan. Periode
ini menunjukkan suatu masa kehidupan, di mana remaja bukan lagi sebagai
kanakkanak tetapi tidak juga sebagai orang dewasa. Remaja tidak mau di
perlakukan sebagai kanak-kanak. Sementara itu mereka belum mencapai kematangan
yang penuh dan tidak dapat di masukkan ke dalam kategori dewasa (Gunarsa,
2001).
Lebih
jelasnya Sulaeman (2001) membagi masa adolesen atau masa remaja ini
menjadi dua fase, yaitu masa remaja awal atau pre adolescenceantara umur
12-15 tahun dan fase masa remajaakhir atau late adolescence, yaitu
antara 15-18 tahun. Jadi masa remaja atau adolescence dibedakan menjadi dua
fase yaitu fase pra remaja umur 12- 15 tahun dan fase remaja akhir umur 15-18 tahun.
Pada masa itu dalam diri anak sering timbul pertanyaan “ siapa saya ini.?”,
“bagaimana saya.?” Dan berbagai pertanyaan yang intinya mengenai dirinya
sendiri atau dapat dikatakan remaja mencapai identitas diri, karena ada
perubahan fisik dalam dirinya.
Remaja menurut Sunarti (Sarwono, 2013) adalah
periode pubertas (remaja) merupakan periode di mana perkembangan fisik dan
psikis mengalami perkembangan pesat. Maksudnya perkembangan fisik tersebut
adalah perkembangan dapat di lihat secara nyata dalampertumbuhan remaja, misal
tinggi badan, bentuk tubuh, suara. Sedangkan perkembangan psikis adalah perkembangan
dalam diri remaja yang berhubungan dengan perasaan dan emosi yang hanya dapat dipahami
oleh remaja itusendiri. Kestabilan emosinya dipengaruhi oleh aspek kematangan
mental, kematangan emosi dan kontrol emosi.
Berdasarkan
pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa remaja merupakan masa perpindahan
dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Kedewasaan fisik remaja di tandai
terjadinya perubahan fisik dalam organ seksnya yang sudah mencapai kematangan. Masa
remaja akhir (late adolensce), yaitu antar 15-18 tahun. Pada masa ini,
baik remaja laki-laki ataupun perempuan mulai tertarik dengan lawan jenisnya.
2.
Tugas
Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan masa
remaja difokuskan pada upaya meningkatkan
sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan
bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan remaja
menurut Hurlock (2001) adalah :
a. Mampu menerima keadaan fisiknya;
b. Mampu menerima dan memahami peran
seks usia dewasa;
c. Mampu membina hubungan baik dengan
anggota kelompok yang berlainan jenis;
d. Mencapai kemandirian emosional;
e. Mencapai kemandirian ekonomi;
f. Mengembangkan konsep dan keterampilan
intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota
masyarakat;
g. Memahami dan menginternalisasikan
nilai-nilai orang dewasa dan orang tua;
h. Mengembangkan perilaku tanggung
jawab social yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa;
i.
Mempersiapkan
diri untuk memasuki perkawinan;
j.
Memahami
dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
D.
Kehamilan
Di Luar Nikah
Kehamilan luar nikah
yang dimaksud disini adalah adalah perwujudan dari perilaku seks yang dilakukan
sebelumnya di luar konsepsi pernikahan (seks pranikah) yang menyebabkan kehamilan.
Artinya kehamilan pranikah diawali oleh perilaku seks pranikah terlebih dahulu.
Perilaku seks pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui
proses pernikahan yang resmi menurut hukum, agama,maupun kepercayaan pada
masing-masing individu (Wijaya dalam ‘Uyun & Novarianto, 2011).
Kehamilan di luar nikah
merupakan akibat dari terjadinya perubahan perilaku seksual di kalangan remaja,
perubahan yang ada didukung oleh kemajuan teknologi yang memungkinkan manusia
mengalami kemudahan untuk mendapatkan aneka pemenuhan kebutuhan hidup, termasuk
kebutuhan untuk mengungkap dorongan seksual yang timbul. Sementara itu remaja
belum memiliki wadah yang aman dan nyaman untuk menyalurkan dorongan seks yang
mereka alami. Wadah yang aman dan nyaman ini dapat di artikan secara moral,
sosial maupun hukum (Anastasia, 2001).
Sebagaimana diungkapkan
oleh Furstenberg bahwa kehamilan remaja dapat dialami oleh karena miskinnya
pengetahuan tentang seks yang praktis sehingga kehamilan itu dapat dianggap sebagai
kecelakaan yang kemudian mengakibatkan munculnya benyak persoalan lainyang
mengikutinya. Kehamilan pranikah atau diluar nikah dapat menimpa remaja sebagai
akibat hubungan seks yang dilakukan secara bebas (‘Uyun & Novarianto,
2012).
Berdasarkan beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kehamilan di luarnikah adalah masa
dimulai dari konsepsi (pembuahan) sampai janin lahir, dalam kurung waktu 9
bulan 7 hari yang dihitung dari hari pertama haid terakhir pada perempuan yang belum
terikat secara sah dalam pernikahan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tujuan
memberikan deskripsi dan menjelaskan mengenai permasalahan dari penelitian
secara menyeluruh dan mendalam (Poerwandari dalam Haningrum, 2013).
Pendekatan penelitian yang
digunakan adalah penelitian studi kasus. Yin (2012) menjelaskan bahwa studi
kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu
penelitian berkenaan dengan “bagaimana” atau “mengapa”, bila peneliti hanya
memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan
diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer
(masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata.
B.
Batasan
Istilah
Batasan
istilah dalam penelitian ini adalah :
1. penyesuaian
diri adalah proses psikologis yang dialami individu dengan memperlihatkan
tingkah laku untuk mengatasi konflik yang berasal dari dalam diri individu
maupun dari luar individu sehingga merasa puas terhadap dirinya dan terhadap
lingkungannya.
2. pernikahan adalah ikatan dua manusia
yang jenis kelaminnya berbeda dalam usahanya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan
yang melaksanakan pernikahan berarti memenuhi prosedur atau tahap-tahap dalam
membentuk keluarga.
3. Remaja
adalah indvidu yang berumur 12-18 tahun yang masih dalam masa perpindahan dari
masa kanak-kanak kemasa dewasa.
4. kehamilan
di luarnikah adalah masa dimulai dari konsepsi (pembuahan) sampai janin lahir,
dalam kurung waktu 9 bulan 7 hari yang dihitung dari hari pertama haid terakhir
pada perempuan yang belum terikat secara sah dalam pernikahan.
C.
Latar
Dan Konteks Penelitian
Dalam penelitian kualitatif instrument utamanya
adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti diharapkan peka dalam
menggali permasalahan-permasalah yang muncul pada saat penelitian. Dan penelitian
ini dilakukan di kabupaten Bulukumba kecamatan Ujungbulu Kelurahan Caile. Dalam
penelitian ini subjek penelitian adalah sepasang suami isteri usia remaja usia
12-18 tahun. Usia pernikahan yaitu satu tahun.
D. Unit Analisis
Subjek dalam penelitian ini dipilih
secara purposive sampling. Teknik ini
adalah teknik pengambilan sumber data dengan mengkhusus pada subjek yang
mengalami masalah yang diteliti (Sugiyono, 2013).
Menurut
Miles dan Hubergman (Sugiyono, 2013), teknik analisis data yang digunakan pada
penelitian kualitatif ada tiga langkah, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi.
1. Reduksi
data
Tahap pertama yang akan dilakukan dalam
analisis data adalah mereduksi data. Menurut Sugiyono (2013) mereduksi data
berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian
data
Setelah direduksi, maka langkah
selanjutnya adalah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data
bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat atau berupa teks yang bersifat
naratif.
3. Verifikasi
Data
Tahap
terakhir dalam analisi data kualitatif adalah verifikasi data (penarikan
kesimpulan). Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubh bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada
tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel.
E.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data dalam penenlitian ini adalah :
1. Observasi
Teknik observasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah observasi tidak berstruktur. Obsevasi tidak
berstruktur merupakan observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis
tentang apa yang akan diobservasi.
2. Wawancara
Teknik wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini merupakan teknik wawancara tidak berstruktur. Wawancara
ini tidak menggunakan guide interview
yang tersusun secara sistematis, melainkan hanya garis besar mengenai
permasalahan yang akan ditanyakan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan
pelengkap dari teknik pengumpulan data dengan observasi dan wawancara.
Dokumentasi dalam hal ini yaitu teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan
dokumen-dokumen seperti tulisan atau catatan harian,gambar atau foto-foto,
karya-karya lain,seperti film atau video.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian
ini dapat ditarik beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut:
Pertama, penyesuaian
dengan pasangan yang menyangkut tiga hal. Tiga hal tersebut adalah konsep
pasangan ideal, kesamaan latar belakang kehidupan, dan perubahan dalam pola
kehidupan setelah menikah. Konsep pasangan ideal bagi kedua subjek adalah
pasangan yang tidak hanya sayang kepada subjek tetapi juga sayang keluarga,
bertanggung jawab dan taat beribadah. Kesamaan latar belakang kedua subjek
yaitu masing-masing pasangan berasal dari suku yang sama. Pasangan pertama suku
Makassar dan pasangan kedua berasal dari suku Bugis. Dan pola kehidupan kedua
subjek setelah menikah adalah ada tanggung jawab dan kewajiban, dan tidak bisa
bebas seperti sebelum menikah.
Kedua, penyesuaian
seksual terdiri atas 3 keadaan, yaitu frekuensi perilku pasangan suami isteri
terhadap seks, pengaruh pengalaman masa lalu terhadap pola seks setelah menikah
dan sikap pasangan suami isteri dalam menyikapi alat kontrasepsi. Frekuensi
perilaku kedua subjek terhadap seks adalah kedua subjek tidak sering melakukan
hubungan seks. Pengalaman masa lalu subjek tidak mengganggu pola seks subjek
setelah menikah. Dan kedua subjek ingin menggunakan alat kontrasepsi dan kedua
subjek diberikan izin oleh suami untuk pemakaian alat kontrasepsi.
Ketiga, penyesuaian
keuangan terbagi atas pekerjaan pasangan dan cara mengatur keuangan dalam
keluarga. Pekerjaan suami dari kedua subjek adalah wiraswasta. Suami subjek
pertama supir kendaraan berat dan subjek kedua adalah buruh bangunan. Dan cara mengatur keuangan keluarga dari
kedua subjek belum mandiri sepenuhnya karena masih mendapat bantuan dari
keluarga dalam pengelolaannya. Meskipun gaji dari suami di pegang oleh
masing-masing isteri.
Keempat, penyesuaian
dengan keluarga pasangan menyangkut penyesuaian dengan anggota keluarga
pasangan seperti mertua, ipar, dan anggota keluarga lainnya. Penyesuaian kedua
subjek dengan mertua berbeda, subjek pertama tidak mengalami hamabatan dalam
penyesuaian diri, sedangkan subjek kedua mengalami hambatan dalam penyesuaian
diri meskipun kasusnya sama yaitu hamil diluar nikah. Penyesuaian subjek dengan
ipar masing-masing yaitu baik. Dan Ada bantuan dari keluarga untuk kedua
pasangan berupa makanan.
Kelima, penyesuaian
perkawinan terdiri atas cara mengatasi perbedaan pendapat dengan pasangan,
pengambilan keputusan dalam keluarga, dan cara mengatasi konflik atau
pertengkaran dengan pasanagan. Cara mengatasi perbedaan pendapat pada kedua
pasangan yaitu membicarakan secara langsung. Pengambilan keputusan kedua
pasangan di dominasi satu pihak. Pangan pertama didominasi oleh suami,
sedangkan pihak kedua di dominasi oleh isteri. Dan cara mengatasi konflik atau
pertengkaran kedua pasangan yaitu suaminya si subjek yang meminta maaf duluan.
B.
SARAN
Akhir-akhir ini banyak sekali terjadi kasus yang
berhubungan dengan perilaku seks pada remaja, yang beredar bebas melalui
media-media elektronik yang dengan mudah di akses. Perilaku seks adalah hal
yang wajar bagi manusia, namun jika dilakukannya tanpa perencanaan masa depan
yang baik, maka hanya akan membebankan pribadi individu tersebut, sebagai
penulis saya hanya dapat memberikan beberapa saran :
1. Bagi
subjek
Setelah
didapatkan gambaran penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang
hamil sebelum menikah, diharapkan subjek dapat melakukan penyesuaian diri
dengan lebih baik dalam pernikahannya, agar terbina hubungan yang harmonis baik
dengan pasangannya, dengan keluarga besar masing-masing pasangan, maupun dengan
lingkungannya.
2. Bagi
remaja
Diharapkan
bagi remaja dapat mengambil hikmah dari apa yang terjadi dalam penelitian ini
dan agar remaja dapat lebih berhati-hati dalam pergaulan, juga agar remaja
dapat memahami segala resiko yang akan terjadi jika remaja melakukan pergaulan
bebas.
3. Bagi
keluarga
Diharapkan
bagi keluarga, khususnya orangtua dapat membina hubungan komunikasi yang baik,
agar anak merasakan adanya hubungan yang hangat antara anak dengan orangtua.
Juga orangtua dapat memberikan informasi mengenai sex education kepada
anak, sehingga anak dapat mengerti dan dapat menyaring informasi yang di
dapatkan oleh anak dari lingkungannya.
4. Bagi
penelitian selanjutnya
Setelah didapatkan gambaran penyesuaian diri pada
pasangan suami istri usia remaja yang hamil sebelum menikah, diharapkan bagi
penelitian selanjutnya dapat mengali lebih jauh tentang bagaimana penyesuaian
diri dalam pernikahan di usia remaja dengan subjek yang lebih beragam.
Khususnya dalam perilaku coping stres pada diri remaja ataupun perilaku seks
bebas pada remaja.
0 comments: